CERITA INI HANYA FIKTIP & BUALAN BELAKA


Cerita By : Dewi P & Satria

Burung besi mendarat mulus di pagi yang cerah di bandara internasional Sukarno hatta. Meski kondisi udara begitu panas tak membuat seorang pria bernama Holando risih, Mata biru pria eropa itu nampak terpesona oleh indahnya kota Jakarta. Meski baru seminggu meninggalkan kota Jakarta namun bagi dirinya kerinduan serta budaya Asialah yang membuat dirinya ingin terus menetap di kota Jakarta Indonesia.

"Woooww!!, Akhirnya sampai juga aku dikota ini, Dan kini nama Holando berganti kembali menjadi Herman. Bukan masalah untukku apalah arti sebuah nama. Ok sebaiknya aku cari sesuatu untuk persiapan bertemu dengan seseorang nanti malam"..

Sambil tersenyum pria bermata biru yang telah menetap Di indonesia dan merubah namanya menjadi Herman itu pun dengan santainya meninggalkan bandara. Hingga hanya tersisa bayang-bayangnya yang terus lenyap ditelan udara serta hari yang terus merambat menjadi siang.

Dua hari berlalu, Nampak disebuah rumah, Seorang wanita berparas ayu sedang asik dengan lamunannya. Sejak pertemuan malam itu Ningsih merasa ada getaran istimewa dihatinya, ia merasakan ada sesuatu yang mengganjal pada dirinya. Perasaan itu akhirnya bisa Ningsih rasakan disaat usianya yang tak lagi belia bahkan ia merasa bagaikan seorang remaja yang sedang dimabuk cinta. Pria dewasa yang siap berada disisi Ningsih akhirnya kini telah tiba.

Akhir pekan kini tak lagi sepi dirasanya karena Ningsih telah memiliki sosok pujaan yang selalu menjemputnya guna menghabiskan waktu indah di kota Jakarta. Baik hanya sekedar minum kopi bersama maupun mengunjungi agenda acara tentang pameran sejarah Eropa. Ningsih selalu bisa mencari alasan hanya untuk bertemu dengannya, suami orang yang kini telah menjadi miliknya.

Khayal hatinya selalu berkata...... "Seandainya aku menemukanmu lebih dulu pasti kau hanya akan menjadi milikku, tanpa ada wanita lain yang menjadi pengganggu"... ucapnya dalam hati sambil memandangi Herman dengan tajam yang kala itu sedang memesankan cafe latte untuknya.

"So, Ningsih sekarang bagaimana perasaanmu setelah beberapa hari ini jalan bersamaku. Sudah adakah rasa itu?" ucap Herman pada Ningsih yang semakin membuatnya salah tingkah.

"Apa maksudmu, Herman?..Tentu aku sangat bahagia bisa jalan denganmu. Ditambah kau juga sangat perhatian terhadapku"....Ucap Ningsih tersipu malu.

Jemari Herman pun mengarah ke telapak tangan Ningsih dan menggenggamnya sambil berkata, .."Begitupun denganku, entah kenapa aku seperti sosok pria yang baru dilahirkan kembali di dunia sejak aku mengenalmu".... Ucap Herman seolah sedang menggombali Ningsih.

Ningsih yang merasa pongah pun langsung melepas genggaman tangan Herman dan berkata... "Oh ya, memang selama ini kau merasa sebagai sosok apa hingga kehadiranku seolah membuatmu kembali bergairah dalam hidup?" ...Tanya Ningsih penasaran.

"Hmmm, kalau boleh jujur sebelum bertemu kau, aku merasa bagaikan seorang pengembara yang tak kenal arah, tapi sekarang seolah aku telah mendapatkan peta untuk bisa mengarahkan jarum kompas ke arah hatimu"... Ucapnya sambil tersenyum.

Ningsih yang tak tahan dengan gombalan Herman pun akhirnya tertawa lepas dan mencoba menahan diri dikala tamu lain di kedai kopi itu mengalihkan pandangan ke arah mereka berdua. Dua sejoli yang berbahagia karena sedang dimabuk cinta.

Ningsih jadi teringat akan pertama kali ia bertemu dengan sosok Herman di acara ulang tahun Zita sepupunya, dimana awalnya ia tak terlalu mengidolakannya. Meski wajar saja para wanita disana dibuatnya tergoda karena penampilan Herman yang terlihat maskulin dan bertenaga seolah membuat para kaum hawa mudah terlena.

Herman yang saat itu baru mengenal Ningsih lewat percakapan singkat di telepon hanya bisa menggumam... "Oh, jadi ini yang bernama Ningsih Mutia Sari"....Ucapnya kala itu pada Tante Reny, Adik perempuan dari ayah asuhnya, Amrana Max.

Ningsih yang kala itu juga masih lugu hanya bisa menjawab jabatan tangan Herman dengan ucapan, "Ok senang bisa mengenal anda Mr.Holando".. Sambut Ningsih dengan senyum sumringah.

Tanpa mengenal sosok Holando alias Herman, Yang lebih dalam kala itu ia pun hanya bisa menerka bahwa lelaki yang mulai didambakannya itu hanyalah sosok lelaki bule yang sama saja pada umumnya, dimana mereka hanya senang mempermainkan wanita apalagi yang asalnya dari Asia. Tentu ada rasa bangga dikala mereka bisa menggandeng wanita muda Asia di jalanan kota.

Seolah membuat wanita bule lainnya terkesima tapi juga putus asa karena lelaki di negaranya bisa dengan mudahnya jatuh cinta pada sosok wanita Asia yang memang terkenal lebih sumringah serta mudah dipercaya dan satu lagi yang terpenting adalah wanita Asia cenderung memiliki sifat lebih setia, itulah pendapat para pria di Eropa.

Tiba-tiba lamunan flashback Ningsih pun tergugah oleh colekan Herman yang akhirnya berkata...."Bagaimana kalau sabtu depan kita makan malam bersama keluargaku, Ok Ningsih? tentu orang tua dan adikku sudah mengenalmu tapi toh mereka belum tahu akan kedekatan kita berdua".....Tanya Herman pada Ningsih yang semakin tak percaya akan hubungan nyata dengan pria bermata biru asal Inggris itu.

"Apa kau yakin, tidakkah ini terlalu cepat? karena kita baru mulai dekat sejak sebulan lalu bukan"...... Ucap Ningsih yang masih merasa ragu akan ajakan Herman.

"Tentu tidak, Ningsih...Jujur aku akan merasa bahagia jika bisa mengenalkanmu lebih jauh pada mereka".... Ucap Herman yang merasa semakin yakin akan rencananya.

"Baiklah kalau begitu, tapi bolehkah aku tanya sesuatu tentang perihal istrimu?".... Tanya Ningsih seolah merasa perlu ia menanyakan perihal kabar dari istri Herman yang berada jauh dieropa.


"Ada apa dengan istriku? kalau kau merasa keberatan hanya karena dia tentu aku merasa sangat kecewa. Disamping hubunganku yang telah usai dengannya, tentu kau bisa menjadi pengganti yang lebih setia dibanding sosoknya, bukan?" ucap Herman dengan tegas.

Seketika wajah Herman berubah akibat pertanyaan Ningsih yang seolah telah membuka kembali luka lamanya.

Dengan sadar Ningsih pun berucap... "Maafkan aku Herman, sungguh aku tak bermaksud mengungkit kembali kisahmu dengannya. Baiklah aku bersedia menemanimu untuk makan malam bersama keluargamu"....Ucap Ningsih yang dijawab dengan senyuman cerah Herman yang mengalahkan cerahnya cuaca kala itu dimana Matahari tersenyum lebar meski suhu awal musim dingin mulai bisa terasa.

"Aku berusaha menjadi sosok wanita yang akan terus mencoba untuk setia pada seorang pria dewasa sepertimu wahai pria yang kudamba"... Ucap Ningsih dalam hatinya diperjalanan pulang bersama Herman untuk kembali ke pinggiran kota Jakarta, tempat dimana ia tinggal bersama keluarga asuhnya.

Ada perasaan bahagia yang tersirat di wajah Ningsih, dimana kini ia bisa berkata, “Cintaku sebiru matamu, Walau aku bukan yang pertama untukmu, Namun semua menjadi nyata"...Ucap dalam hatinya sambil memandangi Herman yang masih dengan tenang menjadi Sopir sekaligus pengawal didepan kemudi mobilnya.

Ningsih yang hanya wanita kota yang lugu ala Asia kini bisa merasa apa artinya cinta yang membuatnya seolah tergila-gila pada sosok pria dewasa yang baru dikenalnya dalam hitungan bulan.

Ningsih siwanita kota pinggiran Jakarta ala Asia entah kenapa bisa bernafas lega karena telah menemukan sosok pria setia meski ia belum bercerai dengan istrinya, Tapi itulah kisah cintanya yang harus ia tunggu sambil berpacu dengan detak waktu.




~ THE END ~