Yaa kali ini kembali saya akan melanjutkan sambungan kisah yang sebelumnya telah saya tulis dimana kala itu Setelah urusan Terry selesai dan berhasil memindahkan beliau kepesantren daerah Tasikmalaya pikiran sayapun bisa sedikit tenang meski setiap bulan saya harus menjenguknya kesana. Tetapi masalah sepertinya tak pernah akan ada habisnya. Sejak kost-kostan dikelola oleh ibu Karina banyak pertengkaran terjadi antara anak kost dan bu Karina. Para anak kost diharuskan patuh dengan apa yang ia perintahkan. Dan anehnya lagi anak kost dilarang membawa peralatan masak hingga tak boleh dandan berlebihan. Sebagian anak kost ada yang keluar karena merasa muak dengan aturan yang ibu Karina berikan. Sisanya mencoba bertahan.

Menyikapi hal ini sayapun melakukan protes, Demi membela para penghuni kost. Dan mencoba merubah aturan aneh yang telah ibu karina tetapkan terhadap anak Kost. Perdebatan sengit pun terjadi antara saya dan ibu Karina. Bahkan ibu Karina tetap kekeh terhadap aturan yang ia tetapkan.

"Satria bilang kepada anak-anak kost kalau mau nyaman dan banyak keinginan suruh tinggal dirumahnya saja"..

"Lhoo ibu ini aneh, Bukankan dari awal prosedurnya tidak seperti itu, Dulu tidak ada anak kost yang sering protes, Tetapi kenapa sejak ibu punya aturan menjadi lain".

"Ini aturan sekarang, Dan saya yang menentukannya"...Balasnya dengan nada kesal.

"Ok kalau itu kemauan ibu silahkan urus semuanya sendiri, Dan mulai hari ini saya keluar dari pekerjaan ini, Saya sudah capek dengan keanehan-keanehan yang ibu buat".

"Satriiiaaa! dengar saya dulu, Kau henndaak!! Saattriiiaa"...

Sayapun tidak perduli lagi dengan teriakan ibu Karina. Karena aturan yang telah ia buat sangat teramat merugikan para penghuni kost. Bukan tanpa alasan saya kesal dengan ibu Karina. Karena banyak kost-kostan yang berada disekitaran tempat saya bekerja. Jika ibu Karina berbuat aturan yang berlebihan sudah barang tentu penghuni kost merasa tidak nyaman dan tentunya akan pindah ketempat kost lainnya yang memang banyak ada dikawasan lingkungan tersebut.

Akhirnya hari itu juga saya merasa sudah kembali menjadi seorang pengangguran, Dan belum menerima gaji yang terakhir. Tetapi meski begitu, Itulah suatu keputusan yang memang telah saya buat. Bersyukur saya masih ada sisa uang tabungan yang bisa saya gunakan jika ada keperluan mendadak atau untuk modal mencari pekerjaan lainnya.

Meski sudah menjadi seorang pengangguran tetapi jika berada dirumah saya tetap mengatakan masih bekerja kepada kedua orang tua saya. Karena sejak sudah tidak bekerja lagi dengan ibu Karina aktifitas saya sehari-hari kembali lagi ketempat mas Dody. Bahkan terhadap mas Dodypun saya tidak menceritakan kalau sebenarnya saya sudah tidak bekerja lagi dirumah besar milik Almarhum bapak Tomy.

Pagi menjelang siang saya sudah berada ditempat Fotocopy milik mas Dody, Kehadiran sayapun disambut hangat oleh mas Dody dan anak buahnya.

"Wuuiidiihh! Ada boss nih, Pasti mau traktir kita-kita lagi nih"... Seru mas Dody berbarengan dengan anak buahnya.

"Huuufss bisa saja kalian ini, Tapi boleh deh mumpung gw lagi jenuh nih kita jalan-jalan kepuncak yuuks! Biar masalah ongkos gw yang tanggung, Kecuali makan pada Bs yaa"...Balas saya kembali.

"Waaduuhh luh lagi jenuh Sat, Aahhh! Palingan salah satu anak kost luh pacarin dan luh diputusin haahaaa"... Seru mas Dody.

"Ngacoo saja nih mas Dody, Anti gw macarin anak kost yang gw kelola sendiri".

Haaahaaaa tawa mas Dody seolah tak percaya... "Bisa banjir terus Sat Jakarta kalau luh anti pacaran".

Akhirnya saya, Mas Dody berserta anak buahnya saling bercanda gurau. Hingga akhirnya saya curhat tentang semua pekerjaan yang saya alami dari awal pertama masuk sampai pak Tomy wafat hingga usahanya diteruskan oleh istrinya. Terkecuali hubungan saya dan Kantika yang tidak saya ceritakan kepada mas Dody. Mas Dodypun tampak serius mendengar curhatan saya tak ada kata yang terlontar dari bibirnya sampai sayapun mengakhiri apa yang saya ceritakan kepada beliau.

"Sekarang begini saja Sat, Selama pekerjaan itu menurutmu masih nyaman yaa jalani saja, Tetapi kalau sudah tidak nyaman yaa luh bisa mencari pekerjaan lain".

Apa yang dikatakan mas Dody memang ada benarnya, Intinya nyaman atau tidaknya sebuah pekerjaan semua keputusan tetap ada pada diri saya sendiri. Akhirnya sayapun mencoba tenang dan pada sore harinya sayapun menepati janji saya pada mas Dody dan anak buahnya untuk membuat acara dikawasan puncak Bogor, Hanya untuk reflesing menghilangkan kejenuhan dari rutinitas pekerjaan.

Hari-hari yang saya lalui terus berlalu dan semenjak tidak lagi bekerja dengan ibu Karina entah mengapa saya enggan mencari info tentang keadaan beliau sekarang ini. Selain itu seperti apa rumah besar beserta anak-anak kost, Jika tanpa saya, Itu semua sudah bukan urusan saya lagi. Hingga pada akhirnya tak ingin terlalu terbebani oleh hal yang sudah berlalu sayapun mencoba mencari pekerjaan baru yang berbeda meski semua itu butuh waktu dan kesabaran.

Tiga bulan telah berlalu kala saya sibuk dengan aktifitas mencari pekerjaan baru yang belum membuahkan hasil Kantikapun menghubungi saya secara mendadak. Dirinya berharap saya mau menjemputnya distasiun Gambir karena banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan saya. Akhirnya tanpa banyak pertimbangan keseokan harinya saya menjemput Kantika dengan menggunakan kendaraan umum menuju stasiun Gambir.

Tepat pukul 10.00 pagi Kantikapun tiba distasiun Gambir. Kehadirannya pun saya sambut dengan senyuman, Begitu pula dengan Kantika, Iapun segera menghampiri saya dan langsung mengatakan sesuatu yang bikin saya sedikit agak terkejut.

"Apaa!! Ibu Karina sakit kanker rahim"... Seru saya merasa tak percaya.

"Benar Satria sekarang ibuku berada dirumah sakit, Tadi aku sudah menelepon kesana dan dokter mengatakan baru besok bisa menjenguknya"...Balas Kantika mencoba tenang.

"Maafkan aku mbak Kens, Seehha"...

"Sudahlah Satria aku mengerti perasaanmu, Dan sewaktu kau berdebat dengan ibu, Dua hari kemudian akupun demikian. Hingga baru hari ini aku bisa ke Jakarta setelah dapat kabar dari mang Giman tukang kebun rumah bahwa ibu sakit mendadak"...

"Jadi selama 3 bulan mbak baru bisa ke Jakarta hari ini".

"Betul Satria, Nanti saja kalau sudah dirumah aku ceritakan semuanya, Dan juga aku sangat butuh bantuanmu".

"Oiya kita naik angkutan umum mbak".

Kantikapun mengangguk, Akhirnya saya dan Kantika kembali naik Kereta lagi menuju Depok. Setelah tiba di Depok kami berduapun lanjut dengan menaiki becak untuk menuju rumah besar yang hampir 3 bulan ini tidak saya datangi. Begitupun dengan Kantika. Selama dalam perjalanan sepertinya Kantika sudah tidak canggung lagi jika bersama saya. Terbukti selama kami berdua dalam satu becak, Kantika lebih banyak membuka pembicaraan. Hingga akhirnya saya dan Kantikapun sampai dirumah besar tersebut. Seperti ada rasa rindu yang mendalam setelah sampai anak kostlah yang saya temui terlebih dahulu.

Kehadiran sayapun disambut haru oleh para anak kost yang kini hanya tinggal 7 orang, Mereka semua mahasiswa semester akhir. Sisanya lebih memilih ngekost ditempat lain, Karena tak kuat dengan aturan baru yang ibu Karina buat secara dadakan. Sayapun mengerti apa yang dirasakan oleh anak kost. Hingga akhirnya sayapun kembali merubah aturan seperti semula kepada para penghuni kost. Dan pada akhirnya semua itu menjadi suatu kelonggaran bagi ke 7 anak kost tersebut. Bahkan sang anak kost juga sudah lebih tahu kalau ibu Karina mengalami sakit Kanker rahim. Justru hal itu membuat anak-anak kost senang dan berharap Kanker rahim yang diderita oleh ibu Karina tidak ada obatnya. Sayapun hanya bisa geleng-geleng kepala mendengan aksi mereka, Yang mungkin disebabkan karena tekanan yang ibu Karina berikan kepada mereka terlalu berlebihan.




Setelah bertemu dengan para anak kost sayapun sedikit dibuat heran oleh keadaan rumah besar tersebut, Ternyata semenjak ibu Karina masuk rumah sakit kedaan rumah tersebut hanya dihuni oleh anak kost dan mang Giman saja, Semuanya pada berhenti bekerja entah apa penyebabnya. Mengetahui hal itu sayapun merasa teramat sedih, Karena pada akhirnya apa yang telah saya ciptakan sejak awal hingga membuahkan hasil kini kembali seperti dulu lagi sepi bagai tak berpenghuni. Kala sedang asik dalam lamunan tiba-tiba Kantika datang mengagetkan saya.

"Lhoo kau melamunkan apa Satria? Atau mungkin kau rindu pada anak kost"...Serunya sambil menggoda.

"Husst!! Ngaco saja kamu ini"... Balas saya kembali.

"Kamu heran yaa, Akupun demikian cuma sebelumnya mang Giman dan saudara dari ayahku sudah memberi kabar terlebih dahulu. Makanya aku butuh bantuanmu Satria".

Akhirnya Kantikapun menceritakan semua kejadian yang ada dirumah besar itu secara mendetail kepada saya. Apa yang diceritakan Kantika ternyata sama seperti yang ada dalam pikiran saya. Semuanya akan kembali seperti dulu.

"Kau ingin menjual rumah besar ini"...Seru saya kembali.

"Benar Satria, Semua terpaksa aku lakukan karena untuk biayaya ibu dan mas Terry dipesantren, Selain itu aku tak mungkin seorang diri mengurus rumah besar ini".. "Lhoo bukankah mbak kens bisa meneruskan usaha dirumah ini dengan dibantu oleh suami".

Kantikapun tertawa hingga akhirnya kembali berkata... "Asal kau tahu Satria, Suamiku dan ibuku tidak pernah akur sejak awal kami menikah dulu".

Akhirnya Kantikapun kembali bercerita tentang masa lalunya hingga akhirnya ia memilih mengikuti suaminya. Dan memang benar apa yang dikatakan Kantika sepertinya rumah besar yang dimiliki kedua orang tuanya memang harus dijual demi untuk kebutuhan biayaya rumah sakit ibunya yang cukup besar. Sayapun menyetujui usul Kantika untuk menjual rumah besar yang dulu tempat dimana saya bekerja. Sambil menunggu rumah itu laku terjual akhirnya aktifitas saya seperti biasa dari mengurus Fotocopy hingga kost-kostan. Hanya salon dan toko kelontong yang kini sudah tidak beroprasi lagi karena tiada orang yang mengurusnya. Seandainya dipaksakan pun hasilnya cuma sia-sia saja karena pada akhirnya nanti semuanya akan tutup semua.

Hari demi hari kembali saya jalani aktifitas dirumah besar tersebut, Meski hanya tinggal menunggu waktu saja namun demi Kantika apapun yang terjadi saya tetap bertahan dirumah besar tersebut. Begitupun dengan Kantika demi ibunya ia harus rela pulang pergi, Seminggu di Depok dan seminggu dikota Bandung. Namun penyakit yang diderita ibu Karina sepertinya lebih parah dari almarhum suaminya pak Tomy bermacam-macam obat serta cara dilakukan oleh pihak rumah sakit demi kesembuhan ibu Karina. Namun semua itu tetap tak ada perubahan yang berarti. Selain itu saya dan Kantika juga harus mengurus keadaan Terry yang berada dipesantren didaerah Tasikmalaya. Jika Terry bisa berubah selama dipesantren tetapi tidak dengan Tony justru kelakuannya tak pernah berubah meski berada dikantor polisi. Sampai pada akhirnya tersiar kabar bahwa Tony overdosis dipenjara yang menyebabkan kematian untuk dirinya.

Kepergian Tony tak menyebabkan duka yang berkepajangan bagi Kantika dan Terry sang kakak. Namun meski begitu masih banyak biayaya yang harus dikeluarkan kembali demi kesembuhan penyakit yang diderita oleh ibu Karina. Bahkan demi orang tuanya Kantika saya harus rela mengabaikan usaha Fotocopy dan kost-kostan demi menemani dirinya dirumah sakit. Hingga akhirnya seiring waktu yang berjalan para anak-anak kostpun lulus kuliah. Satu persatu mereka pun mulai meninggalkan rumah besar itu. Sejak kepergian para anak kost rumah besar itu bah rumah hantu yang tak berpenghuni usaha Fotocopy yang saya kelolapun kadang buka kadang tutup, Semua itu demi menemami Kantika menjenguk ibunya dirumah sakit.

Detak sang waktu terus berjalan, Apapun itu semua pasti akan ada akhirnya. Begitupun yang terjadi dalam rumah besar tersebut. Tepat pukul 19.00 ibu Karina akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dirumah sakit di Jakarta. Kepergiannya membuat kesedihan yang mendalam bagi anaknya Kantika. Sayapun berusaha menenangkan dirinya karena tak ada sesuatu yang abadi dan kekal. Hingga duka itu berlalu, Dan sebagian aset- aset usaha yang ada didalam rumah besar itu akhirnya saya lelang bersama Kantika.

Seolah berbicara rumah besar itu berharap ada pengganti baru yang menghuni didalamnya namun 6 bulan berlalu sejak kepergian ibu Karina rumah itu belum juga ada peminatnya atau laku terjual. Hingga Kantika mengamanatkan rumah besar itu kepada saya agar tetap dirawat sampai ada orang yang mau membeli rumah tersebut. Hari demi hari sayapun sering mengontrol rumah besar tersebut setiap ada waktu senggang. Bahkan Kantikapun demikian dirinya pun selalu memberi kabar kepada saya jika ingin datang berkunjung kerumah besar tersebut. Tak hanya itu rumah besar tersebut juga menjadi saksi pertemuan sekaligus perpisahan antara kami berdua.

Waktu terus berlalu perkembangan zaman kian berubah akhirnya rumah besar itupun mendapat penghuni baru alias laku terjual. Dan dengan terjualnya rumah besar tersebut maka berakhir pula hubungan saya dan Kantika. Kami pun berpisah dengan saling mengerti satu sama lainnya. Meski kami berharap semoga dilain waktu kedaan bisa kembali mempertemukan meski dengan keadaan yang berbeda.

Demikianlah sebuah kisah kenangan yang saya tulis dengan secara singkat saja. Dan apa yang terjadi dalam lingkup rumah besar tempat saya bekerja dulu banyak memberikan pengalaman serta pahit manisnya arti kehidupan ini. Meski pada faktanya setiap orang pastinya punya pengalaman dengan yang namanya sebuah pekerjaan, Walau berbeda-beda semua tetap punya nilai yang berarti bagi yang menjalankannya masing-masing.



The ~ End



Tempat Mas Dody