Melepas Lelah Setelah Mengerjakan Fotocopy 10 Ribu Lembar.


Yaa saya kembali akan meneruskan sambungan kisah yang telah saya tulis sebelumnya, Dan cerita ini murni tanpa rekayasa, Bahkan aslinya lebih tragis lagi, Berhubung penuh dengan berbagai lika-liku masalah. Jadi saya hanya menulisnya secara garis besarnya saja agar menjadi lebih singkat. Berikut lanjutannya.😊😊

Plaakks!!... Tamparannya telak mengenai pipi saya, Sayapun berusaha meyakinkan dirinya bahwa saya tidak akan menyakitinya. Namun sepertinya Kantika punya penilian yang berbeda terhadap saya.

"Satria, Ternyata kamu tak jauh berbeda dengan Terry. Apakah karena sering dekat dengan Terry kelakuanmu jadi seperti ini"... Serunya dengan wajah yang emosi.

Sayapun mencoba meyakinkannya kembali namun ia justru semakin emosi.

"Ingat Satria seharusnya kamu sadar diri aku sudah bersuami, Tinggalkan aku sekarang juga".

"Mbak, Dengar akan saya jelaskan"..

"Cuukkuupp Satriaa!!"...Seru Kantika, Dan kemudian ia lebih memilih meninggalkan saya diruang buku itu.

Sayapun berusaha mengejarnya namun tak lama berselang Terry dan kapster salon pangkas rambut telah berada dirumah setelah keduanya pergi untuk berbelanja kebutuhan salon dan lainnya. Beruntung keduanya tidak tahu apa yang terjadi antara saya dan Kantika. Ditambah pula ibu Karinapun minta dijemput dengan saya hari itu juga. Dengan perasaan hati yang tak menentu akhirnya saya lebih memilih untuk menjemput ibu Karina. Hingga menjelang sore barulah saya kembali, Suasana nampak hening ada perasaan resah yang terus menghantui pikiran saya. Meski pada akhirnya semuanya nampak baik-baik saja. Karena sore itu Kantika lebih memilih mengurung diri dalam kamar. Walau kehadiran saya dan ibunya sudah ia ketahui. Dan apapun yang terjadi selanjutnya saya akan tetap siap menghadapinya.

Keesokan harinya nampak Kantika sedang berkemas-kemas ingin meninggalkan rumah orang tuanya setelah 5 hari menginap, Ada perdebatan antara Kantika dan kedua orang tuanya dikarnakan ia ingin pulang kekota Bandung dengan menggunakan taksi dan tak mau diantar oleh saya, Tetapi keberuntungan masih berpihak kepada saya karena pak Tomy langsung memanggil saya agar segera mengantar Kantika anaknya kestasiun Gambir. Dengan senang hati sayapun menuruti apa yang pak Tomy perintahkan, Meski saya tahu Kantika hanya tesenyum dingin kepada saya pagi itu. Tak lama berselang saya dan Kantika sudah berada dalam mobil, Namun kala mobil sudah berjalan hampir 500 meter Kantika mulai membuka pembicaraan.

"Oohh ternyata kamu itu merasa lelaki paling hebat yaa, Dan pandai cari muka pada kedua orang tua saya"... Serunya dengan ketus.

"Kau yakin dengan penilaianmu itu mbak Kens"...Balas saya santai.

"Yaa memang begitu faktanya, Dan perlu kau ingat kalau bukan karena kasihan denganmu serta kedua orang tuaku sudah aku buat perhitungan sejak kemarin"... Bentak Kantika.

Sayapun tersenyum dan semakin senang memandang kecantikan Kantika dan kembali berkata.

"Mbak,, Baik bapak, Ibu, Mas Terry serta mbak sendiri, Semua sudah saya anggap pemimpin, Jadi apapun masalahnya saya siap dihukum".

"Ooh begitu, Terlalu Sok kamu Satria".

"Bukan begitu mbak, Saya itu bukan Type....

"Cuuukkuuppp!! Satria, Tak usah kau banyak cakap, Ingat saya masih beri kesempatan kepadamu, Tapi lihat saja nanti"..

Sayapun kembali tersenyum, Meski apa yang ia acamkan kepada saya bukan masalah besar pula. Sayapun mencoba membuka kembali dengan obrolan lain, Tetapi sepertinya Kantika tidak perduli dengan ocehan saya. Bahkan dirinya akan turun dari mobil jika saya kembali banyak bicara. Akhirnya demi Kantika sayapun lebih memilih mengalah. Perjalanan menuju stasiun Gambirpun menjadi hening sunyi, Bahkan Kantika melarang saya pula untuk mendengarkan musik yang ada didalam mobil. Bagai orang bisu kami berdua hanya menikmati apa yang ada pada suasana jalan yang dilewati. Hingga tiba distasiun Gambir semuanya tetap tak ada perubahan. Meski demikian saya tetap mengantar Kantika sampai kereta tujuan ke Kota Bandung tiba. Hingga pada akhirnya keretapun tiba dan Kantika berlalu dari hadapan saya tanpa kata satupun. Namun sayapun tetap menikmatinya, Dan melepas kepergian Kantika walau dalam hati selalu berharap bisa berjumpa lagi dengannya.

Sejak kepergian Kantika hari-hari saya serasa kian sepi ingin rasanya jiwa ini terbang menjumpainya dikota Bandung. Namun hal itu tak mungkin terjadi, Meski saya pribadi selalu menunggu ancaman yang pernah ia lontarkan kepada saya saat dirinya akan pulang menuju kota Bandung. Tetapi apapun itu saya harus tetap konsisten kepada yang namanya pekerjaan dari mulai Mengurus usaha Fotocopy, Usaha lainnya dan Kost-kostan yang sudah banyak terisi oleh para mahasiswi dan para pekerja. Bersyukur saya mudah akrab dengan para anak kost yang kesemuanya para wanita. Dan anak kost pula yang menjadi hiburan saya kala merindukan Kantika anak sang dosen yang juga menjadi bos ditempat saya bekerja. Namun meski akrab dengan para penghuni kost entah mengapa saya enggan memacarinya, Meski kesempatan itu selalu terbuka lebar untuk saya, Justru saya lebih berharap mas Terrylah yang bisa membuka diri kepada anak Kost agar bisa mendapatkan pasangan untuk dijadikan calon istri. Walau pada kenyataannya mas Terry lebih banyak mengulur-ngulur waktu.

Delapan bulan sudah saya berkerja dirumah pak Tomy, Seorang dosen sastra Inggris yang mempunya usah dirumah besarnya. Hingga pada suatu pagi saat saya hendak memasuki ruang kerja saya Arman seorang kapster pangkas rambut memanggil saya dengan tergesa-gesa.

"Maas Satriaa! Tadi ibu Karina bilang kesaya kalau mas Satria datang disuruh langsung menghadapnya".

"Ooh ada apa yang Ar"... Tanya saya bimbang. Dan saya langsung berpikir bahwa Kantika mengadukan saya kepada kedua orang tuanya karena berani menyukainya. Namun apapun yang terjadi saya selalu siap menghadapinya.

"Pastinya mas Satria akan kena semprot oleh ibu, Sama seperti saya sebelumnya"... Seru Arman kembali.

"Kena semprot? Kok bisa Ar"... Tanya saya kembali.

"Yaa soalnya sebelum mas Satria datang saya sudah dimarahi sama ibu Karina karena berani memacari anak kost, Tapi kalau menurut saya, Selama pacaran itu normal bukan masalah juga, Dan selama ini apa yang saya lakukan normal-normal saja kok"... Seru Arman nampak jengkel.

Sayapun memahami apa yang Arman rasakan dan memang selama ini Arman berpacaran sama anak kost atas dasar suka sama suka, Tidak ada unsur paksaan lainnya...Akhirnya saya menyuruh Arman untuk tetap tenang dan tidak terlalu memusingkan ocehan ibu Karina. Dan setelah beberapa menit berbicara dengan Arman akhirnya saya langsung menuju ruang tengah guna bertemu dengan ibu Karina. Meski saya sendiri bertanya-tanya apa yang ingin ibu Karina bicarakan apakah tentang kesukaan saya dengan Kantika anaknya. Akhirnya sayapun tetap menemui ibu Karina diruang tengah rumahnya.

"Pagi bu, Ibu memanggil saya"...Tanya saya mencoba tenang.

"Yaa, Dengar Satria mulai hari ini kamu jangan suka sok-sok,an menjodohkan anak saya Terry dengan anak kost, Selain itu, Kamu dan Arman juga tidak berhak memacari anak kost"...Seru bu Karina dengan nada tinggi.

"Lhoo bu, Kenapa begitu"..

"Terus terang saya tidak suka orang yang bekerja dengan saya sambil nyambi berpacaran. Terlebih berganjen-ganjen ria dengan anak kost"...Seru bu Karina kembali.

"Kalau saya tidak berpacaran bu, Dan kalau Arman pacaran sama anak kost atas suka sama suka. Sedang saya menjodohkan mas Terry karena tidak tega melihat kondisi dirinya yang memang sudah harus mendapatkan seorang istri"...Balas saya pada bu Karina.

"Saya yang punya rumah ini, Kamu harus turuti perintah saya Satria".

"Ok kalau begitu saya akan turuti kemauan ibu, Cuma saya berharap ibu mau mencarikan pasangan untuk mas Terry".

"Jangan menggurui saya kamu Satria"...Balas bu Karina kembali.

Perdebatan pun semakin sengit antara saya dan bu Karina, Namun karena masih terlalu pagi pak Tomy pun terbangun dan langsung memarahi bu Karina. Karena ia tak suka istrinya membahas hal-hal yang tidak terlalu penting. Sayapun merasa beruntung mendapat pembelaan dari pak Tomy.

"Sudah Satria tak usah kau dengarkan ocehan ibu, Lebih baik kamu urus arsip kampus pekerjaan saya yang berada dijakarta timur. Sampai sana kamu temui bapak Nugraha nanti kamu sendiri akan dapat arahan dari beliau".

Mendapatkan hal itu sayapun langsung menuruti apa yang pak Tomy katakan, Dan kemudian berlalu dari ruang tengah tersebut meski setelah saya berlalu dari ruang tengah sayup-sayup masih terdengar pertengkaran antara pak Tomy dan ibu Karina. Dan atas kejadian itu saya berkesimpulan sepertinya antara bu Karina dan pak Tomy ada perbedaan yang mencolok yang selalu ia sembunyikan. Persisnya seperti apa sayapun tidak tahu.

Setelah mengeluarkan mobil dari garasi sayapun tidak langsung berangkat tetapi merenungi kejadian pertengkaran antara pak Tomy dan sang istri, Bahkan saya kini percaya ucapan mas Terry bahwa dirinya selalu dilarang jika kenal dengan seorang wanita. Entah apa yang ada dipikiran bu Karina sayapun semakin tak mengerti. Dan meski begitu saya tetap bersyukur karena masalah saya dan Kantika tidak diketahui oleh bu Karina... Walau hal itu membuat saya semakin aneh menilai prilaku ibu Karina. Dan akhirnya saya kembali meyakinkan pada diri saya sendiri bahwa apa yang terjadi antara saya dan Kantika memang tidak pernah ada yang tahu.

Lamunan saya akhirnya buyar kala empat orang anak Kost berteriak memanggil nama saya dengan cara mengagetkan.

"Kakak Satria sedang melamunin apa? Pacar yaa"... Seru empat orang anak kost.

"Huuss bisa saja kamu, Mau kekampus ayo kakak anter"... Seru saya mengalihkan pembicaraan.

Keempat anak kost nampak senang mendapat tumpangan gratis, Tak lama berselang akhirnya saya berangkat menuju tempat yang dimaksudkan oleh pak Tomy meski sebelumnya saya harus mengantar keempat anak kost menuju kampus tempat dimana mereka berkuliah. Sampai pada akhirnya urusan yang diamanatkan oleh pak Tomy selesai dan saya kembali lagi kerumah dengan pikiran yang sudah mulai agak tenang meski apa yang dilarang bu Karina belum tentu mau saya jalankan sepenuhnya.



Olahraga Pagi Bersama Anak Kost


~ Malapetaka Mulai Terjadi ~


Tak terasa waktu terus berlalu setahun sudah saya bekerja dengan pak Tomy alias sang dosen sastra inggris. Dan dalam setahun akhirnya saya bisa menilai karakter semua orang yang tinggal didalam rumah besar tersebut. Jika pak Tomy dikenal sebagai orang yang royal terhadap siapa saja, Begitupun mas Terry tak jauh berbeda dengan ayahnya. Namun tidak dengan ibu Karina istri sang dosen, Ia selalu perhitungan dalam segala hal, Selain itu beliau sangat benci dengan kesenangan pada setiap orang-orang yang ada dihadapannya. Maka tak heran jika ibu Karina sering berlaku setimen dan berwatak aneh. Bahkan terhadap anak kostpun tak jauh berbeda sifatnya. Namun apapun itu mereka tetap seorang pemimpin pada tempat saya bekerja bahkan termasuk Kantika, Meski ia tidak tinggal dirumah besar itu. Tetapi ia tetap saya anggap pemimpin dan punya andil dalam keluarga tersebut.

Siang itu pukul 14.00 Dihari sabtu panas mentari serasa hangat membakar, Namun tak lama berselang awan hitampun nampak bergulung-gulung seolah menciptakan hati yang sedang gelisah. Satu jam berlalu hujanpun turun membasahi seluruh atap serta halaman dan taman rumah besar tersebut. Diruang kerja sayapun nampak santai namun sebuah suara mengusik saya, Ia adalah pak Tomy bos saya sendiri. Suasana siang yang sedang diguyur hujan itu memang sangat kebetulan pak Tomy sedang libur kekampus dikarnakan jadwal yang tidak terlalu padat. Dengan tenang iapun berkata bahwa dirinya minta ditemani ketaman belakang rumahnya untuk mengobrol santai dengan saya. Tanpa ragu sayapun menurutinya. Sampai pada akhirnya ia membahas tentang ruang kosong yang nantinya akan dikontrakan dengan orang lain.

"Jadi rencananya ruang toko yang kosong ini akan ada yang mengontraknya Satria"...Tanya beliau dengan tenang.

"Betul pak, Dan rencananya minggu depan sudah terisi oleh pengontrak yang akan membuka rental komputer"...Jawab saya sambil tersenyum.

Sang dosen itupun balas tersenyum dan kembali bercerita tentang tempat kursus bahasa inggris yang memang ingin sekali beliau membukanya. Berbagai idepun saya tuangkan secara detail kepadanya. Iapun menyetujuinya meski semua masih dalam tahap rencana, Sepertinya ia puas dengan apa yang telah saya jelaskan. Sampai pada akhirnya ia bercerita kepada saya bahwa semua usaha yang telah ia dirikan demi untuk menyenangkan anak-anaknya agar nantinya punya bekal dimasa tuanya. Meski pada kenyataannya semua masih tampak samar bagi dirinya. Karena apa yang ia usahakan sangat berbeda dengan keinginan sang istri yang selalu berharap anak-anaknya bisa bekerja diluaran dan menjadi orang yang sukses. Apa yang saya dengarkan dari jiwa tua itu sepertinya memang ada benarnya, Sayapun sependapat. Walau faktanya hanya waktu yang bisa menjawab semuanya. Hujanpun mulai mereda sampai pada akhirnya sang dosen tersebut kembali berkata kepada saya.

"Oiya Satria sebentar lagi anak saya yang terakhir akan pulang ke Indonesia. Biarkan saja jika ia membantumu, Meski ia hanya mahasiswa DO jangan pernah kau tanyakan tentang kuliahnya biar ia yang akan berpikir sendiri nantinya"..

Sayapun hanya mengangguk. Ada rasa sedih diraut wajah sang dosen kala membahas tentang anak-anaknya, Sepertinya ia memang sudah hafal betul dengan kualitas anak-anaknya. Jika diluaran orang menganggap sang dosen type orang sukses dengan gelar yang luar biasa tetapi semua itu tidak berlaku bagi anak-anaknya. Tak ingin membuatnya larut dalam kesedihan sayapun akhirnya menyudahi pembicaraan itu dengan alasan ingin menjilid berapa buku milik anak kost.

Hari berganti minggu, Minggu berganti bulan... Sampai pada akhirnya tahun ajaran barupun tiba. Usaha yang dimiliki pak Tomypun semakin ramai terlebih salah satu toko kosong yang beliau miliki disewa oleh seorang mahasiswa untuk usaha rental komputernya. Tak hanya itu banyak pula anak kost yang silih berganti, Menempati tempat kost yang saya kelola. Mahasiswi lama berganti yang baru, Meski tidak semuanya. Akhirnya apa yang dikatakan pak Tomy memang benar anak terakhirnya yang bernama Tony pun akhir tiba dirumah besar itu dan kini rumah besar itu ada dua orang anak lelaki yang nantinya juga bakal membatu saya dalam mengurus usaha milik pak Tomy.

Meski hanya sebagai mahasiswa DO, Tonypun tetap ramah dan sopan bahkan ia tak jauh berbeda dengan sang kakak yang bernama Terry... Dua bulan lebih Tony membantu saya dalam mengelolah usaha orang tuanya, Namun sepertinya ia mudah jenuh. Karena orang tuanya seorang dosen sastra inggris. Iapun berinisiatif ingin melanjutkan kuliahnya diIndonesia. Meski di Amerika ia hanya jadi mahasiswa DO maka jika di Indonesia ia ingin benar-benar serius dalam belajar. Awalnya sang orang tua melarangnya tetapi karena ia terus mendesak akhirnya Tony pun kembali berkuliah kembali. Akhirnya hari-hari saya tetap bersama mas Terry dalam mengelolah usaha serta kost-kostan milik orang tuanya. Bukan masalah menurut saya, Karena Tony rencananya akan menjadi guru bahasa inggris jika tempat kursus yang ingin orang tuanya buat jadi dan terwujud.

Akan tetapi rencana hanya tinggal rencana. Sepertinya Tony memang tidak niat kuliah dan juga tidak suka untuk meneruskan bisnis ayahnya. Terbukti selama ia kuliah dirinya lebih sering menkonsumsi narkoba. Dan singkat cerita tersiar kabar bahwa Tony tertangkap polisi kala menkonsumsi narkoba Disebuah hotel di Jakarta bersama teman kuliahnya yang sama-sama menjadi pecandu narkoba. Atas kejadian ini baik pak Tomy dan ibu Karina merasa terpukul batinnya. Baik saya dan Terry tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini. Berbagai cara dilakukan oleh pak Tomy agar dapat mengeluarkan anaknya dari penjara. Meski usaha itu berhasil tetapi tak membuat sang anak mudah berubah. Justru ia semakin menggila dengan yang namanya narkoba, Tak hanya itu saja mobil dan motor besar milik ayahnya semua ia jual demi bisa membeli yang namanya narkoba.

Akhirnya saudara dan ahli psikiater pun didatangkan agar Tony dapat berubah, Nasehat-nasehatpun banyak diterima oleh Tony. Namun semua itu hanya berjalan satu bulan saja selebihnya ia tetap kembali seperti dulu bahkan ia sering tak pernah pulang berminggu-minggu, Sekalinya pulang ia hanya meminta uang dan kembali pergi lagi. Hingga pada suatu pagi, Tepat pukul 6.00 saya mendapat kabar dari seorang pembatu rumah pak Tomy bahwa dirumah telah terjadi huru-hara antara Terry dan Tony. Keduanya bertengkar hebat saling memperebutkan uang hasil usaha yang dimiliki oleh ayahnya.

Mendengar kabar yang kurang mengenakkan sayapun bergegas menuju ketempat kerja saya dengan perasaan tak menentu. Sesampainya disana nampak para tetangga dekat komplek mulai ramai berkata kepada saya. Meski keadaan sepertinya sudah agak tenang. Dan sayapun tak melihat Terry dan Tony.

"Sat, Anak bos luh ribut tuh berebut uang katanya"... Seru para tetangga yang telah menyasikan kejadian tersebut.

Dengan perasaan semakin kacau sayapun mencoba langsung menuju ruang tengah rumah pak Tomy, Tetapi langkah saya ditahan oleh sebagian anak kost yang jadwal kuliahnya siang.

"Huuffs!! Kak Satria gimana sih, Hari gini baru muncul, Kami panik dan ngeri kak"... Serunya dengan raut wajah resah.

Sayapun mencoba meyakinkan anak kost seyakin-yakinnya agar tidak perlu panik. Setelah saya jelaskan secara detail akhirnya mereka mau mengerti dan kembali tenang. Setelah meyakinkan anak-anak kost sayapun bergegas masuk keruang tengah agar dapat bertemu dengan pak Tomy. Namun sebelum saya betemu dengan pak Tomy, Pembantu rumah besar itu mengatakan bahwa mas Terry masuk rumah sakit setelah bertengkar dengan adiknya Tony, Sedangkan Tony sendiri berada dikantor polisi sedangkan ibu Karina pergi entah kemana karena takut.

Hanya pak Tomy yang berada dirumah besar tersebut ia nampak murung beberapa kali saya coba bertanya namun ia hanya diam seribu bahasa, Raut wajah tua itu nampak penuh kedukaan yang mendalam. Akhirnya sayapun membiarkannya ia menenangkan dirinya. Sayapun segera menghubungi Kantika anaknya yang berada dikota Bandung. Namun apa yang saya dapat sungguh tidak mengenakkan Kantika sepertinya tak pernah perduli atas kejadian tersebut. Bahkan ia mengatakan bahwa saya tak jauh berbeda dengan Terry dan Tony.

"Mbak ini serius, Apa mbak Kens tidak kasihan dengan bapak dan ibu"... Seru saya jengkel.

"Lhoo bukankan masalah itu kalian yang buat-buat, Ingat Satria kan kamu merasa orang paling hebat, Selesaikanlah masalah kalian sendiri".

"Mbak saya tidak seburuk yang mbak kira, Ini tidak".....Telepon pun terputus, Saya berurang kali menghubungi kembali Kantika, Tetapi sepertinya memang ia benar tak mau perduli. Geram dengan semua masalah yang ada ditempat kerja saya, Akhirnya sayapun menuju kantor polisi tempat dimana Tony ditahan.

Sesampainya dikantor polisi sayapun langsung menghajar Tony dengan penuh emosi. Beberapa aparat langsung melerai saya, Tapi sepertinya memang Tony tetap teguh dengan pendiriannya bahkan kembali mencaci-maki saya.

"Heeh ingat Satria luh nggak pernah tahu masalah keluarga gw, Asal luh ingat semua usaha yang telah luh jalani percuma saja, Karena ibu gw nggak pernah niat punya usaha...Ibu dan bapak gw nggak pernah akur dari dulu"...Bentak Tony dengan berapi-api.

Ingin rasa saya berdebat dengannya lebih panjang lagi dengan Tony, Tetapi sayangnya aparat kepolisian melarang saya melakukan hal itu, Para polisi itu akhirnya menyuruh saya untuk pergi dan untuk masalah Tony para polisi itu berjanji akan memproses hukuman untuk Tony agar ia jera. Akhirnya setelah dari kantor polisi sayapun langsung membesuk Terry kesebuah rumah sakit dimana ia dirawat..Beruntung ia hanya luka memar saja, Yang lebih menyenangkan lagi bagi saya ternyata dirumah sakit Terry ditemani oleh seorang wanita yang katanya dulu bekas mantannya. Sayapun merasa senang melihat kebahagiannya dan berharap keduanya bisa cepat menikah. Merekapun hanya mengangguk seperti banyak duka yang menyelimuti hubungan keduanya.

Keesokan harinya dikala saya sedang beraktifitas seperti biasa saya digagetkan oleh teriakan pembantu rumah yang mengabarkan bahwa pak Tomy jatuh dikamar mandi dan tak bisa bangun kembali. Dengan sigap sayapun langsung menuju kamar mandi pribadi pak Tomy....Pak Tomy mengalami stroke separuh badan tangan kakinya tak bisa digerakan sama sekali. Tak mau ambil resiko sayapun langsung membawanya kerumah sakit. Ternyata memang benar, Dokterpun mengatakan hal yang sama beban masalah yang ia pendam selama ini itulah yang menyebabkan pak Tomy menderita stroke. Dokterpun menyarankan agar pak Tomy dirawat selama beberapa minggu dirumah sakit.

Hari demi hari pekerjaan sayapun semakin ruwet dan menyebalkan jika pagi hari saya harus mengurus toko Fotocopy dan kost-kostan jika siang hari saya harus mengurus pak Tomy dirumah sakit. Awalnya sang istri rajin menemaninya dirumah sakit namun lima hari kemudian entah mengapa beliau lebih sering menyuruh saya untuk menemani pak Tomy dirumah sakit. Hingga pada hari sabtu ibu Karina istri pak Tomy memaksa saya untuk kembali menemani suaminya dirumah sakit, Dengan alasan bahwa dirinya ada arisan mendadak yang memang tak bisa ditunda lagi. Sayapun mulai jengkel atas tingkah lakunya namun karena merasa tidak tega dengan pak Tomy akhirnya mau tidak mau sayapun akhirnya mencoba bersabar diri dan akhirnya pergi kerumah sakit dimana tempat pak Tomy dirawat.

Kejadian ini terus berlangsung hingga berlarut-larut bahkan tak ada perubahan sedikitpun pada diri pak Tomy justru penyakit strokenya semakin bertambah parah. Sampai pada akhirnya Kantikapun mau datang ke Jakarta untuk menengok ayahnya. Kehadiran Kantikapun membuat saya senang seolah kerinduan itu terobati, Namun karena beban pekerjaan serta kondisi pak Tomy yang tak pernah ada perubahan semuanya membuat saya jenuh dengan yang namanya cinta. Bahkan saya berharap ingin secepatnya berhenti bekerja dari tempat pak Tomy.

Jakarta pukul 14.30.. Siang itu ketika Kantika selesai menjenguk dan mengetahui kondisi ayahnya iapun dengan perasaan panik dan tergesa-gesa segera menghampiri saya, Seperti banyak pertanyaan yang ia ingin tumpahkan kepada saya hari itu juga.

"Satria dalam jangka tiga bulan mendatang ayahku akan terkena stroke memory, Dan ia akan mudah lupa dengan segalanya"....Seru Kantika dengan perasaan tak menentu.

Tak tahu harus berkata apa sayapun hanya diam.

"Satria maafkan aku"... Tegurnya kembali.

"Kenapa harus minta maaf, Bukankah aku yang seharusnya minta maaf karena menyukaimu"..

"Lupakan masalah itu Satria bantu aku dan keluargaku"...Jawab Kantika dengan raut wajah sedih.

"Oiya apa benar bahwa ibumu tak menyukai semua usaha yang ayahmu kelola"..

"Benar Satria, Kedua orang tuaku tak pernah akur semenjak kami bertiga lulus Sma. Keduanya punya keinginan serta ambisi yang berbeda".

Akhirnya saya sedikit tahu tentang tabir yang menyelemuti keluarga pak Tomy. Dan apa yang dikatakan Kantika hampir sama dengan apa yang dikatakan oleh Tony sewaktu dikantor polisi. Bahkan dulunya istri sang dosen seorang wanita pekerja yang handal dan sukses. Dan ia ingin semua anak-anaknya sama seperti dirinya. Sangat berbeda dengan pak Tomy, Apapun kemampuan yang ada pada anak-anaknya ia selalu menerimanya. Namun apapun itu semuanya tak membuat suami istri itu akur. Bahkan sampai akhirnya ketiga anaknya jadi korban perseteruannya yang tak pernah ada akhirnya, Karena pak Tomy sendiri type lelaki yang hobi memendam perasaan berlebih jika bertengkar dengan sang istri yaitu ibu Karina.

Dan hari-hari pak Tomy kini hanya berada dikursi roda. Penyakit stroke memori yang ia alami semakin parah. Bahkan untuk menyebutkan sesuatu ia butuh berapa jam, Selain itu para kerabat beliau yang datang kerumahnya sebagian tak dikenalinya. Apa yang ia harapkan dihari tuanya semua telah kandas, Kini pak Tomy bagai seorang yang tak berguna dimata ibu Karina. Semua usaha yang ia telah ciptakan kini diolah dan diteruskan oleh istrinya ibu Karina. Bahkan sayapun harus ikut serta dalam aturan yang telah ditentukan oleh ibu Karina.

Sejak saat itu apa yang telah dialami oleh pak Tomy membuat saya sangat prihatin. Dan dalam hal ini sayapun tidak bisa berbuat banyak. Hingga akhirnya sayapun ingin mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Namun banyak yang tak rela atas apa yang telah saya putuskan. Dari mulai anak-anak kost, Kapster salon dan para pembatu rumah besar tersebut semua melarang saya untuk berhenti bekerja dirumah besar itu. Hingga akhirnya Kantika dan ibu Karina membujuk saya agar tetap bekerja bersamanya, Bahkan gaji sayapun berani mereka naikan, Meski semua itu bukan yang saya harapkan. Akhirnya setelah saya pertimbangkan dan demi Kantika pula sayapun mencoba bertahan dan terus bekerja dirumah besar tersebut.

Sebulan lebih telah berlalu semenjak pak Tomy sudah tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya tak kuat menahan sakit yang dideritanya iapun meninggal dunia. Kepergian pak Tomy menjadikan luka yang terdalam bagi Terry dan Kantika, Hanya Tony yang tak diberi tahu karena ia masih harus menjalani proses hukuman dikantor polisi. Bahkan kepergian pak Tomy juga membuat ibu Karina semakin kesal pada ketiga anaknya. Hingga setelah duka itu berlalu entah mengapa ibu Karina segera menghubungi rumah sakit jiwa untuk membawa kedua anak lelakinya, Karena proses hukum yang belum selesai dijalankan oleh Tony, Hanya Terrylah yang lebih dulu dimasukan kerumah sakit jiwa. Sampai jika hukuman Tony telah selesai barulah ia dibawa ketempat yang sama.

Mengetahui hal itu sayapun merasa naik pitam, Bahkan saya tak mengerti akan tingkah laku dan pola pikir ibu Karina. Yang dengan tega memasukan Terry kerumah sakit Jiwa. Karena menurut saya apa yang dialami Terry masih bisa diatasi secara wajar, Terkecuali Tony adiknya.

"Buu apa ibu sudah tidak waras dengan teganya memasukan Terry kerumah sakit jiwa. Mas Terry itu normal buu!!" ...Seru saya penuh emosi.

"Satria bicara apa kamu, Saya yang lebih tahu anak-anak saya ketimbang kamu. Berapa banyak uang yang telah dihabiskan untuk biayaya kuliah mereka tapi keduanya hanya jadi manusia yang tak berguna"...Balas bu Karina.

"Kalau Tony yang ibu masukan kerumah sakit jiwa saya tidak keberatan bu, Tetapi tidak untuk mas Terry. Kenapa ibu tidak membawa mas Terry kepesantren, Itu lebih baik buu."

Perdebatan saya dan ibu Karina semakin menegang sampai pada akhirnya saya meminta alamat rumah sakit jiwa dimana tempat Terry dirawat. Awalnya ibu Karina tak mau memberitahukannya kepada saya, Namun saya mengancam dirinya, Jika saya akan berhenti bekerja bila tidak diberikan alamat dimana tempat Terry diasingkan.

Bogor pukul 9.30 Pagi...Ditengah riuhnya kumpulan orang-orang yang mengalami ganguan jiwa akhirnya saya berhasil menemukan mas Terry tepat dipojok taman pagi itu, Dirinya nampak ketakutan dengan keadaan orang-orang yang berada bersamanya, Mengetahui hal itu sayapun langsung mengajaknya keluar dari taman tersebut dan membawanya keruang khusus untuk bicara. Bersyukur para pembimbing RSJ memberi izin kepada saya. Akhirnya saya bisa mengobrol dengan mas Terry dengan tenang meski keadaan beliau penuh dengan kedukaan.

"Sat apa selama ini luh beranggapan gw sudah gila, Hingga sampai tega membawa gw ketempat ini"...Tanyanya agak pelan dan penuh kesedihan.

"Bukan kemauan gw mas, Justru gw berusaha mau mengeluarkan luh dari tempat ini, Meski ibumu selalu mengancam".

"Tolongin gw Sat, Jujur gw nggak kuat ditempat ini"...Seru Terry dengan pasrah.

"Tenang mas mungkin nggak lama lagi gw akan bawa luh kepesantren ketimbang ditempat seperti ini."

Terrypun menyetujui usul saya bahkan ada rasa kegembiraan pada dirinya bahkan ia merasa senang bisa berada dipesantren ketimbang di RSJ dan rumahnya sendiri. Karena dengan begitu ia bisa menenangkan diri dan membuat perubahan pada dirinya. Akhirnya saya meminta ruang khusus untuk Terry kepada para petugas RSJ agar Terry tidak dicampur dengan orang yang dalam gangguan jiwa. Karena Faktanya memang Terry masih dalam keadaan waras. Akhirnya para petugas itupun menyetujui usul yang saya berikan.

Setelah urusan Terry selesai dan berhasil memindahkan beliau kepesantren daerah Tasikmalaya pikiran sayapun bisa sedikit tenang meski setiap bulan saya harus menjenguknya kesana. Tetapi masalah sepertinya tak pernah akan ada habisnya. Sejak kost-kostan dikelola oleh ibu Karina banyak pertengkaran terjadi antara anak kost dan bu Karina. Para anak kost diharuskan patuh dengan apa yang ia perintahkan. Dan anehnya lagi anak kost dilarang membawa peralatan masak hingga tak boleh dandan berlebihan. Sebagian anak kost ada yang keluar karena merasa muak dengan aturan yang ibu Karina berikan. Sisanya mencoba bertahan.

Menyikapi hal ini sayapun melakukan protes, Demi membela para penghuni kost. Dan mencoba merubah aturan aneh yang telah ibu karina tetapkan terhadap anak Kost. Perdebatan sengit pun terjadi antara saya dan ibu Karina. Bahkan ibu Karina tetap kekeh terhadap aturan yang ia tetapkan.

"Satria bilang kepada anak-anak kost kalau mau nyaman dan banyak keinginan suruh tinggal dirumahnya saja"..

"Lhoo ibu ini aneh, Bukankan dari awal prosedurnya tidak seperti itu, Dulu tidak ada anak kost yang sering protes, Tetapi kenapa sejak ibu punya aturan menjadi lain".

"Ini aturan sekarang, Dan saya yang menentukannya"...Balasnya dengan nada kesal.

"Ok kalau itu kemauan ibu silahkan urus semuanya sendiri, Dan mulai hari ini saya keluar dari pekerjaan ini, Saya sudah capek dengan keanehan-keanehan yang ibu buat".

"Satriiiaaa! dengar saya dulu, Kau henndaak!! Saattriiiaa"...



~ Bersambung ~



Tempat Mas Dody


~ Thank~You ~