~CERITA INI HANYA FIKTIP BELAKA~


Hembusan angin pantai sore terus berangsur, Seolah membelai rambut panjang seorang wanita yang nampak asik melamun menikmati indahnya sore dari sebuah apartement yang ia huni. Namun indahnya angin serta udara sejuk sore itu tidak sama dengan perasaan hati yang ia alami. Meski begitu paras cantik wanita 30 tahun itu masih tetap merekah. Iapun meraih gelas minumannya yang berisi lemon tea dingin kesukaannya.

Pandangannya terus menerawang kearah utara dimana burung-burung pantai serta nyiur yang melambai bagai memanggil-manggil dirinya untuk bersatu padu dengan alam dunia laut. Wanita itu kembali tersenyum dingin seolah ia ingin berteriak mengeluarkan isi hati yang selama ini membebaninya. Sejak perceraiannya berlalu dua bulan lebih, Sepertinya ia ingin melupakan semuanya dan tak mau mengingatnya untuk selamanya.

"Ok Dahlan aku lebih bahagia seperti ini ketimbang bersamamu".....Ucap suara hati wanita tersebut.

Hingga sore berlalu dan malam mulai menjelma wanita tersebut masih tetap terlena akan lamunannya, Hati yang terus bergejolak seperti membuat dirinya lupa akan suasana yang kini berubah menjadi kelam temaram malam. Ketika malam mulai larut wanita yang ternyata bernama Vina itupun segera menutup jendela apartemennya, Dan terdengar dering ponselnya yang tergeletak diatas tempat tidurnya.

Ada pesan WA masuk dari sahabatnya yang bernama Sekar. Teman yang juga selalu jadi tumpahan keluh kesahnya sewaktu masih kuliah dulu. Vinapun menarik nafas dalam-dalam. Meski masalah dirinyapun masih membebaninya, Namun sebagai seorang sahabat ia tetap menanggapinya meski sekedar basa-basi saja.

“Perkawinanku sudah di ambang batas. Aku tahu aku salah, Aku menyesal. Aku ingin mencoba memperbaikinya, Tapi Satria tak pernah mau memberi aku kesempatan"..... Begitu bunyi pesan WA yang tertera dilayar ponsel Vina.

“Kau telpon aku sajalah, Sedang malas aku mengetik".....Balas Vina singkat.

Meski Vina sendiri sedang sibuk mempersiapkan draft replik perceraiannya dengan Dahlan. Ya, ia memang tidak memakai pengacara untuk mengurus masalahnya ini. Percuma membuang-buang uang untuk sesuatu yang telah telanjur menjadi ampas dan sama sekali tak ada gunanya. Segala rasa berkecamuk dalam diri Vina, Namun deraan banyak hal sepertinya tak henti-hentinya berdatangan, menambah sesak dadanya. Termasuk urusan sahabatnya Sekar, Yang sepertinya hidupnya hanya diisi dengan mengeluh saja, Dan ia yang selalu menjadi penampungannya. Seakan-akan tidak ada satu kesenanganpun yang pernah diberikan Tuhan untuknya dan dunia ini hanya penuh dengan problemanya saja.

Tak lama kemudian, meluncurlah kata-kata panjang dari Sekar tanpa titik koma yang terdengar dari ponsel Vina..Vina hanya bisa menyimak sepintas, mengambil intinya. Kepalanya sudah terlalu penuh untuk menyimpan berbagai masalah. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya sendiri saja sebagian keluh kesah kepahitan hidupnya sudah dibuangnya ke tong sampah. Tak ingin diingat lagi atau diucap.

Diiringi isak tangis, Sekar mengutarakan apa yang diinginkan darinya.

“Kau tolonglah aku. Coba bicara dengan Satria, Agar dia bisa menerima aku kembali. Posisimu kan sama dengannya, Teraniaya. Mungkin dia bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi denganmu, Sehingga dia mau kembali padaku demi anak-anaknya”.... Pinta Sekar memelas pada Vina.

Vina menghela nafas panjang. Disingkirkannya sejenak batu besar yang serasa menindih benaknya, berusaha berempati pada sahabatnya Sekar.

"Ok, kapan aku harus menemuinya..??"...Tanya Vina pada Sekar.

“Besok malam, Akan aku beri kau nomor ponsel serta WA,nya. Tolong hubungi dia secepatnya. Aku percayakan urusan ini padamu"...Pasrah suara Sekar terdengar.


Sore yang cerah nampak mewarnai kawasan kemang Jakarta selatan disebuah Cafe ternama nampak dengan santainya Vina menunggu Satria, Sambil menyeruput segelas cappuccino dingin sambil matanya sesekali menyapu ke luar jendela. Empat potong Brownis yang tadi dipesannya pun sudah ludes disantapnya. Namun tak juga dilihatnya sosok yang dinantinya. Vinapun mulai kesal, Untunglah beberapa menit kemudian pesan WA singkat dari Satria masuk.

“Sudah dekat, Ma’af aku tadi keluar kantor agak terlambat"... Begitu balas pria yang bernama Satria.

Selang beberapa jam setelah itu, Keduanya telah duduk berhadapan. Satria memesan minuman yang sama dengan yang dipilih Vina.

“Kamu gak pesan makanan..??”...Tanya Vina.

Satria menggeleng..."Masih agak kenyang. Tadi makan siang agak terlambat."... Jawabnya santai, Sambil meletakkan ranselnya di atas meja. Matanya setelah itu justru sibuk mengamati Vina yang nampak cantik didepannya, Satriapun terus memandang dari atas sampai ke bawah, Sambil tersenyum nakal.

"Lain kau sekarang Vin"....Gombal Satria.

Vinapun nampak terkekeh mendengarnya. Dan pikirannya kembali melayang semasa kuliah dulu, Kala ia hobi menjadi pencinta alam Satrialah orang yang paling dekat dengannya, Meskipun ia kerap mendapat gosip dari teman kampusnya bawa dirinya murni berpacaran dengan Satria. Karena keduanya sama-sama hobi bersepeda dan hampir sering jalan bersama, Hingga akhirnya Satria dilirik oleh Sekar sahabatnya dan menikah.

“Kenapa??"...Tanya Vina sambil balas menggoda.

"Aahh tidak, Kau tak berubah justru semakit padat berisi, Tetapi tetap langsing dimataku semakin cantik pula..??”....Seru Satria yang diikuti dengan derai tawa kencang.

Vinapun tersenyum manis, Rambutnya yang panjang sengaja ia biarkan diterpa angin yang berhembus perlahan hingga membuat suasana dicafe itu serasa romantis.

"Awal yang baik memulai pembicaraan”... Pikir Vina.

Suasana yang tadinya dikiranya akan kaku karena sudah sekian lama ia tak bertemu dengan suami sahabat karibnya ini, ternyata tak terjadi. Sudah tiga tahun lebih kalau tak salah, sejak Sekar membawa Satria ke rumahnya, mengantarkan undangan perkawinan mereka kala itu. Wajar, Jika Vina sempat kuatir apa yang diamanatkan padanya akhirnya gagal.

"Apakah aku mampu meyakinkan Satria demi untuk sahabatnya Sekar, Akankah mereka bisa bersatu kembali dalam ikatan keluarga seutuhnya, Sedang ia sendiri mulai sedikit terpesona akan aura Satria yang memikat"... Seru batin hati Vina yang kian resah.

Tenyata memang susah betul meyakinkan Satria untuk menerima Sekar istrinya kembali kepadanya..Dianggapnya semua tingkah dan penyesalan yang diperlihatkan Sekar istrinya itu hanya kepalsuan sesaat yang akan kembali lagi kala perempuan yang sudah memberinya satu anak itu kelelahan memakai topengnya. Hohoo..., Paham betul Vina akan perasaan itu. Tak jauh lebih baik dari yang ia alami. Hidup dalam kepalsuan yang kurang lebih sama, pengkhianatan-pengkhianatan dan rekayasa mimpi-mimpi dalam keterkurungan sebuah sangkar besi yang dinamakan perkawinan, Berakhir dengan terbongkarnya maksud dan tujuan Dahlan menikahinya dahulu yang tak pernah terbayangkan olehnya, lalu tersadar telah membuang sekian belas tahun penuh pengorbanan tanpa pernah ada hitungan.

Pengkhianatan paling menyakitkan yang pernah ada, manakala pada akhirnya Vina tahu bahwa keberadaan dirinya ternyata dinilai sebatas materi saja. Mungkin akan lebih baik baginya melihat Dahlan berselingkuh dengan 1000 wanita, dari pada setelah sekian lama dirinya baru terbuka matanya bahwa Dahlan menyandingnya sebagai istri hanya karena harta.

Mengingat itu, seketika seperti ada yang terlepas sumbatannya. Cerita kelam dari lubuk hati Vina pun bagai banjir bandang, tumpah ruah membludak diiringi isak tangis yang sudah tak terbendung lagi, Tanpa bisa diredam. Terlalu lama semua kepahitan itu ia simpan sendirian, Tanpa pernah ia bagi barang sedikit pada siapapun, Walau hanya untuk sekedar meringankan pikiran. Sudah tak diingatnya lagi tugas yang diembannya, Terkubur oleh himpitan beban yang menggerus ketahanan mentalnya. Saat itu, yang tinggal hanyalah dirinya dan air mata.

Melihat pemandangan nelangsa di depan matanya, tangan lembut Satria itupun spontan menggenggam tangan Vina yang sedikit gemetar, Menahan emosi.

“Sudahlah..sabar saja"....Seru Satria mencoba menghiburnya.

Vinapun mencoba tersenyum...Memang apa lagi yang bisa Vina lakukan selain itu..?? Menangis hanyalah pelampiasan sesaat untuk membuang beban. Menjadikan butiran-butiran air mata itu sebagai tiang-tiang pembangun kekuatan dirinya untuk bangkit dari keterpurukan. Bukan untuk memperlihatkan kelemahannya dimata Satria.

Keduanya hening dalam kebisuan, Baik Satria dan Vina sama-sama sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Lalu mata mereka pun saling beradu. Satu sama lain mengerti apa yang dimau, walau tanpa suara. Hanya bahasa tubuh mereka yang saling bicara.

"Yuk".... Ajak Satria. Tak perlu banyak kata, mereka pun keluar dari café itu, mencari sebuah tempat pelampiasan. Puaskan segala amarah, kegetiran, luka dan ketercampakan. Dua orang dewasa dalam satu nasib. Beradu salurkan energi negatif. Mengamuk rasa dalam gelora sesaat tanpa cinta. Sisakan peluh penuh kenikmatan dalam dekapan dosa.

“Maafkan aku, Sekar"...Ucap Vina lirih.

Dalam ketelanjangan yang masih menyisakan rengkuhan hangat tubuh Satria, Di tubuhnya. Satria nampak pulas terlelap usai hasratnya terurai. Tak peduli ada keinginan yang masih menggantung tanpa penyelesaian. Sesuatu yang sudah sangat biasa Vina terima dalam pendaman kecewa. Kesepihakan. Dan ketakacuhan atas apa yang ia rasakan.


~TUJUH BULAN KEMUDIAN~


Vina mulai lelah terjebak dalam kebohongan. Tak sanggup lagi ia menahan. Memang tak perlu diumbar, namun iapun tak mau lagi menyimpan. Beban berat baginya, walau disadarinya bahwa yang tahu hanya ia, Satria dan Tuhan. Memang, belasan tahun yang lalu Sekar pernah melakukan hal yang sama pada dirinya. Diam-diam di belakangnya menjalin hubungan dengan Devian, lelaki yang dulu ia harapkan bisa mejadi pelabuhan terakhirnya. Namun demi Tuhan, apa yang ia lakukan dengan Sekar sama sekali bukan sebagai pembalasan, Tapi karena tergelincirnya Vina dalam kebodohan-Kebodohan akan pemuasan nafsu sesaat yang pada ujungnya sangat ia sesalkan.

Dikirimnya sebuah pesan WA berisi pengakuan kepada Sekar sahabatnya.. Vinapun sudah siap diterimanya makian dan hujatan dengan lapang dada. Menerima getah dari nangka yang sama sekali tak manis namun telanjur rakus dimakannya hingga habis tak bersisa.

Benar saja, balasan pesan WA itu diterima Vina hanya dalam hitungan detik, dengan huruf-huruf kapital. Singkat, namun padat makna. “DASAR PELAKOR, PELACUR..!!..TERNYATA KAU CUMA JADI RACUN DALAM HIDUPKU VIN...PENGKHIANAT..!!”, Kata-kata itu jelas terpampang di layar ponselnya Vina. Sebuah kebencian yang berakhirnya persahabatannya dengan Sekar.

Vina hanya tersenyum, Sadar gelar itu memang pantas untuknya. Ya, Ia adalah pengkhianat dengan nurani mati, Berdarah dingin. Pelacur jahanam, Walau tanpa pernah ada bayaran...Meski hanya untuk satu malam. Namun semua itu terbesit dalam benak Vina ingin kembali merengkuk kebahagian kembali bersama Satria sampai beribu-ribu malam, Khayal jiwa dan bhatinnya.



~🌺 THE ~ END 🌺~





Pernah kita sama sama susah
Terperangkap didingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah lelap


Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masing ingatkah kau


Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara di hati


Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti
Hingga saat kita jumpa hari ini
Tajamnya matamu tikam jiwaku
Kau tampar bangkitkan aku sobat



By : Iwan Fals ~ Belum Ada Judul