Halloo Blogger!!, Yaa masih dalam nuansa kenangan😊😊 Kali ini saya akan mengkisahkan sebuah kenangan disebuah kota, Yaitu kota Binjai Sumatra Utara. Horaas! Bah...Habis beras kita makan gabah.😁😁 Hooohoooo!!.😁😁

Dan postingan ini sebenarnya sudah sejak tahun 2020 saya tulis, Namun karena belum mendapat izin resmi oleh Departement Peristrian Nasional jadi selalu tertunda dan terus tertunda. Hingga akhirnya postingan ini pun resmi diterbitkan sekarang. Setelah semua prosedur dan surat-suratnya lengkap dan sudah ditandatangani oleh Departemet Peristrian Nasional itu sendiri.😳😳

Eehh!, Sebentar-sebentar... Emang ada Departement Peristrian Nasional?😳😱😳😳 Lhaa taahuu.🤣 🤣 🤣 😆🤪 🤪

Ok kejadiannya bermula sewaktu pagi kala itu era tahun 2020 bulan Juli. Saat hendak ingin melakukan aktifitas kerja seperti biasa, Saya dikagetkan dengan suara notifikasi Facebook Messenger pada ponsel saya. Meski sempat bingung karena pengirim pesan itu bernama Elisa, Dan ada banyak nama Elisa yang menjadi teman Facebook saya kala itu. Dari Elisa seorang blogger, Elisa teman bisnis, Elisa team komunitas sepeda gunung, Elisa tukang jamu, Elisa tukang pecel dan Elisa-elisa lainnya.🥴 🤯

Akhirnya setelah melakukan Pati-Geni beberapa menit kala itu😆😆, Sayapun mencoba meneliti, Menerawang dan mengingat-ingat, Hingga pada akhirnya sayapun tahu Elisa mana yang sedang berinbox-inbox ria dengan saya pagi itu... Seperti pada gambar dibawah ini.



Gambar By. Waspada






Hingga setelah saya mengakhiri inboxkan dengan Elisa, Sayapun kembali terkenang akan masa lalu, Yang mana kala itu saya memang pernah berada dikota Binjai. Dan akhirnya saya bisa kenal dengan Elisa, Dibilang pacar bukan, Dibilang teman terkadang kami saling komunikasi dan mengasihi.😳😳 Karena banyak hal menarik yang saya dapatkan juga dari Elisa. Dan seperti apa kisah saya dikota Binjai dengan Elisa berikut kisah dibawah ini.

Hampir 4 bulan lebih saya sudah tidak bekerja dirumah besar milik almarhum pak Tomy. Dan seperti biasa sayapun kembali disibukkan dengan melamar pekerjaan kesana-kemari. Meski pada saat itu uang komisi yang saya dapatkan dari hasil penjualan rumah besar milik almarhum pak Tomy lebih dari cukup, Akan tetapi saya tidak mau menghambur-hamburkannya secara cuma-cuma. Namun karena tak kunjung dapat pekerjaan sayapun mulai merasa agak sedikit jenuh, Akan tetapi apapun itu yang namanya kehidupan tetap terus berjalan. Sayapun mencoba bersabar diri. Hingga pada suatu hari saya mendapatkan kabar dari kakak laki-laki saya yang berada dikota Makasar, Bahwa ada sebuah pekerjaan dikantor pengadilan, Jika saya berminat dan mau tinggal di Makasar.

Menyikapi hal ini sayapun kembali berpikir apakah akan menerima kesempatan untuk bekerja di Makasar, Sedangkan saya pribadi sejak kecil kurang begitu akur dengan kakak laki-laki saya yang bernama Devi, Berbeda dengan kakak-kakak saya yang lainnya baik yang berada di Makasar maupun yang di Jakarta..Dan bentuk pekerjaannya pun belum jelas. Setelah menimbang dan memutuskannya secara matang-matang sayapun akhirnya mau menerima pekerjaan tersebut. Akhirnya setelah mendapat izin dari kedua orang tua saya, Sayapun berangkat kekota Makasar.

Singkat cerita akhirnya sayapun tiba dikota Makasar dan bertemu dengan tante saya dan saudara sepupu saya yang bernama Daenk Ikram. Sayapun sangat senang karena dulu sewaktu saya kecil Daenk Ikram senang sekali menggendong-gendong saya sewaktu saya dan keluarga berkunjung ke Makasar. Akhirnya malam harinya diwaktu santai sambil menunggu kakak saya Devi pulang bekerja kami bertiga pun ngobrol menceritakan pengalaman masing-masing. Sayapun banyak bertanya pada Daenk Ikram yang sebenarnya beliau itu tinggal di kota Medan. Karena butuh uang untuk modal usaha, Iapun mencoba meminjam uang pada tante saya yang berada di Makasar.

"Daenk sudah lama berada disini"...Tanya saya santai.

Ia pun menjawab bahwa dirinya sudah hampir dua bulan tinggal dirumah tante saya untuk mendapatkan pinjaman modal usaha, Karena uang yang dijanjikan tante saya agak lama cairnya akhirnya dengan terpaksa Daenk ikram harus bersabar menunggu. Dan sayapun beruntung dapat bertemu dengan Daenk Ikram di Makasar karena Jika ia sudah pulang ke kota Medan akan butuh waktu yang lama untuk berjumpa dengan beliau. Meski beliau asli orang Makasar tetapi sejak sudah berkeluarga ia lebih memilih menetap dikota Medan. Tak heran logat bicaranya seperti orang Medan sungguhan.

"Satria tak usah kau panggil aku Daenklah, Panggil abang sajalah, Sebab aku sudah mendarah daging dengan suku batak"...Serunya sambil tersenyum.

"Bah macam mana pula kau ini Daenk"...Balas saya sambil bercanda dengannya.

Akhirnya kami bertiga pun tertawa berbarengan sampai akhirnya kakak saya yang bernama Devi pulang dan berkata kepada saya agar saya segera menyiapkan semua berkas lamaran untuk besok pagi. Sayapun segera menyiapkan apa yang ia perintahkan. Sampai akhirnya pagi harinya tepat pukul 8 pagi saya ikut dengan kakak saya Devi menuju tempat dimana saya akan diberikan sebuah pekerjaan baru.

Akan tetapi keberuntungan belum berpihak kepada saya, Ternyata pekerjaan itu sudah diisi oleh orang lain sejak tiga hari yang lalu. Sayapun sempat bingung dan aneh, karena kakak saya Devi mengatakan saya tinggal masuk saja dan langsung bekerja. Dan juga perjalanan saya Jakarta-Makasar hanya butuh 3 jam, Karena saya menggunakan pesawat terbang. Akhirnya dengan perasaan sedikit kecewa sayapun segera menemui kakak saya Devi, Diluar iapun sudah menunggu saya dengan berbagai macam pertanyaan.

"Gimana kapan luh mulai bisa kerja"...Tanya Devi dengan PDnya.

"Kerja, Haahaaa! Udah telat sudah diisi orang, Luh gimana sih ngasih info"... Seru saya sedikit kesal.

Devi kakak saya seperti tak percaya namun faktanya memang sudah seperti itu. Akhirnya sayapun disuruh bersabar oleh beliau, Sebagai gantinya saya disuruh menetap dulu dikota Makasar. Jika mau sayapun boleh mencari pekerjaan di Makasar. Mendengar ocehannya sayapun hanya tertawa terbahak-bahak. Karena bagi saya untuk mencari pekerjaan buat apa harus melangkah jauh kekota Makasar, Karena di Jakarta pun saya bisa mencarinya sendiri tanpa harus minta bantuan saudara. Sejak saat itu sayapun sering berdebat dengan kakak saya Devi. Dan katanya pula saya tak pernah menghargai jerih payahnya, Bahkan dengan adanya saya dikota Makasar menurutnya saya harus lebih banyak belajar tentang banyak kehidupan, Dan tidak meski melulu berkutat dikota Jakarta.

Mendengar ocehan kakak saya Devi yang sok menggurui kembali...Sayapun tertawa lagi sambil geleng-geleng kepala... "Haaahaaaa, Ocehan luh persis seorang pahlawan yang benar-benar kesiangan"...Seru saya dengan kesal.

Akhirnya sayapun dikota Makasar cuma jadi LL ( Luntang Lantung ) Selain itu hari-hari saya selalu dipenuhi perdebatan-perdebatan dengan kakak saya Devi, Ada perasaan menyesal saya datang kekota Makasar..Jika tahu akan seperti ini mungkin mikir dua kali untuk saya datang ke Makasar. Beruntung saya orang yang punya persiapan matang jika berpergian jauh. Akhirnya karena muak dengan kakak saya Devi, Sayapun mencari cara agar tidak tinggal dirumah tante saya, Karena tak ingin merepotkannya juga. Akhirnya sayapun bertanya pada Daenk Ikram, Kapan ia akan pulang kekota Medan.

"Daenk kapan akan pulang kekota Medan"...Tanya saya.

"Sebenarnya aku ingin cepat pulang ke Medan Satria, Cuma belum ada uang untuk ongkos pesawatnya".

"Apakah uang pinjaman yang Daenk butuhkan sudah didapat"...Tanya saya kembali.

"Kalau itu sudah Satria".

Akhirnya saya berjanji akan membiayai ongkos pesawat jika Daenk Ikram mau mengajak saya kekota Medan untuk sekalian silatuhrahmi dengan keluarga istrinya hitung-hitung untuk menghilangkan kekesalan saya terhadap kakak saya Devi. Dan setelah itu barulah saya akan pulang ke Jakarta.

"Serius kau Satria ingin ikut aku ke Medan"...Serunya dengan gembira.

"Iyaa Daenk, Apa perlu kita berangkat sekarang"...Jawab saya kembali.

"Aaahaaa!, Ok lah lusa kita berangkat ke Medan"...Akhirnya setelah menyiapkan semuanya 3 hari kemudian saya dan Daenk Ikram pun langsung meninggalkan kota Makasar.


Tiba Dikota Medan


Akhirnya singkat cerita sayapun tiba dikota Medan Sumatra Utara tepatnya didaerah Binjai. Sayapun sangat senang bisa menginjakkan kaki didaerah Binjai untuk pertama kalinya, Dan kehadiran sayapun disambut oleh sang istri Daenk Ikram dengan penuh suka cita, Beliaupun senang jika saya berlama-lama di Sumatra. Tak ingin merepotkan Daenk ikram dan keluarganya sayapun berjanji akan membantu usaha toko sembakonya. Akhirnya kami bertiga bahu-membahu memajukan usaha toko sembako tersebut, Karena sebelumnya usaha tersebut sedikit mengalami mandek karena kurangnya modal. Hingga seminggu lebih telah berlalu keadaan toko sembako tersebut semakin maju pesat seperti sediakala.

"Aahhaa syukur Alhamdulilah Satria berkat dirimu usahaku kembali berdiri lagi".

"Aahh Daenk bisa saja nih"...Balas saya kembali.

"Heeii ingatlah Satria, Ini di Sumatra kau jangan panggil aku Daenk, Panggil aku Abang sajalah kita bukan di Makasar lagi"...Serunya sambil sesekali menyuruh saya untuk mengulangi agar memanggilnya dengan sebutan Abang.

Akhirnya lama-kelamaan sayapun terbiasa menyebut dirinya Abang Ikram. Walau sebelumnya masing sering menggunakan kata Daenk. Sampai pada akhirnya sebulan lebih saya sudah membantu Daenk Ikram mengelola toko sembakonya. Rasa jenuh pun mulai ada hingga akhirnya setiap sore saya selalu menyempatkan diri untuk olahraga lari sore disekitar lingkungan tempat kami tinggal. Dan hal itupun tidak memberatkan bagi Daenk ikram. Hingga pada suatu hari pulsa pada ponsel saya mendadak habis. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli pulsa tersebut tetapi karena ingin menikmati udara malam saya akhirnya membeli pulsa dilokasi yang agak jauh dari tempat saya tinggal...Sambil santai berjalan kaki sayapun menikmati indahnya malam dikota Binjai. Dan saya tidak perduli dengan orang yang berlalu-lalang dihadapan saya dengan memamerkan semua jenis kendaraannya dari motor sampai mobil. Sambil bersenandung ria sayapun terus berjalan, Bahkan hampir 2 KM saya berjalan akhirnya saya berhenti disebuah counter Hp yang juga menjual pulsa. Sayapun menghampirinya.

Counter itupun cukup besar dan bersih para pelanggan pun bisa duduk santai dengan banyaknya kursi yang disediakan oleh Counter Hp tersebut. Karena ingin membeli pulsa akhirnya saya langsung menghampiri wanita penjaga Counter tersebut dan saya minta diisikan pulsa dengan nominal 100 ribu. Wanita penjaga Counter tersebut tidak memperdulikan perkataan saya, Namun siapa sangka tiba-tiba suara seorang wanita dibelakang saya menegur dengan keras.

"Heee mas Antri, Jangan mentang-mentang nominal pulsa yang kamu isi besar bisa seenaknya saja nyerobot tanpa aturan"...Seru seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil.

Mendapatkan teguran seperti itu sayapun merasa panik dan hanya kata maaf yang keluar dari mulut saya sambil melangkah mundur mengikuti aturan yang berlaku pada Counter Hp tersebut. Meski ada berapa orang yang cemberut memandang kearah saya, Sayapun tetap mencoba tersenyum dan santai. Namun kala ketegangan itu belum mereda mendadak Counter Hp tersebut mengalami mati lampu, Tak hanya dicounter Hp saja, Sebagian tempat yang ada disekitaran tersebut pun sama. Bukan hal yang aneh bagi saya menghadapi hal seperti itu, Akan tetapi mati lampu tersebut membuat anak kecil yang ada dalam gendongan wanita yang sebelumnya menegur saya itu menangis histeris. Mungkin karena takut akan kegelapan anak kecil itupun semakin menjadi-jadi tangisannya. Sang wanita itu berusaha meneranginya dengan ponsel yang ada ditangannya. Namun semua itu tak membuat si anak kecil itu cukup nyaman. Iapun kembali menangis, Sebagian orang pun yang berada di Counter Hp tersebut mulai kesal karena tangisan anak kecil tersebut. Bahkan ada seorang ibu tua yang menegur wanita tersebut agar mendiamkan anaknya. Melihat hal tersebut sayapun cuek dan tak perduli, Tetapi lama-kelamaan saya justru tak tega melihat anak kecil yang terus menangis karena ketakutan akan yang namanya kegelapan. Sayapun mencoba menenangkan anak kecil tersebut, Karena masih tetap menangis akhirnya saya mengarahkan anak kecil itu kesebuah toko mainan yang memang cukup banyak berada dikawasan tersebut.

Sang anak kecil itu pun nampak tersenyum kala melihat sebuah mainan burung yang berputar-putar dan bersuara lucu, Sayapun tak ragu membelikan untuknya. Jika awal pertama datang ke Counter Hp saya dibuat panik oleh wanita tersebut, Kini sekarang berbalik wanita tersebutlah yang merasa panik karena anak kecil yang bersamanya saya belikan mainan dan anak kecil itu kini nampak riang gembira meski lampu masih tetap padam. Akhirnya tak berselang lama lampu pun kembali menyala, Pulsa sayapun sudah terisi pula. Dengan tenang sayapun segera meninggalkan Counter Hp tersebut dan ingin kembali menikmati malam dengan berkuliner dikawasan tersebut. Namun lagi-lagi siwanita dengan anak kecil itu menahan langkah saya.

"Hee tunggu, Kau boleh bangga bisa jadi pahlawan untuk anak kecil ini, Tapi tenang akan aku ganti uangmu karena telah membelikan mainan untuk keponakanku. Berapa nomor Hpmu"...Serunya dengan tegang.

"Untuk apa kau meminta nomor Hpku, Sudah lupakan saja aku ikhlas dengan semuanya"...Balas saya santai.

"Ikhlas, Haahaaa! justru aku tak ingin ada pamrih atau sesuatu nantinya. Aku tidak bawa Atm atau uang lebih, Karena semuanya telah aku belanjakan seperti yang kau lihat sendiri"..

Sayapun tidak perduli dan mencoba meninggalkannya namun sepertinya wanita itu nampak memaksa, Hingga saya berbalik meminta nomor Hpnya, Tetapi ia tak mau memberikannya akhirnya saya mengalah dan memberikan nomor Hp kepada wanita tersebut.

"Ok terimah kasih kau tunggu saja besok aku akan mengganti uangmu karena telah membelikan mainan untuk keponakanku, Akan aku hubungi dirimu besok"... Serunya namun tetap tidak saya perdulikan ocehannya. Sampai pada akhirnya kami berpisah tanpa tahu nama masing-masing. Malam terus merambat, Seolah tanpa beban sayapun semakin larut menikmati suasana malam yang mulai nampak kian sepi.

Hingga akhirnya sayapun kembali lagi kerumah Daenk Ikram meski ia telah resah karena kepergian saya yang tidak biasa hingga pulang hampir jam 10 malam. Namun saya menanggapi hal itu dengan santai dan hanya mengatakan ingin menikmati suasana malam kota Binjai. Sampai akhirnya pagi kembali menjelma sayapun kembali beraktifitas seperti biasa membantu mengurus usaha toko sembakonya. Hingga sore menjelang Daenk Ikram pun menghampiri saya Dan berkata.

"Satria dibelakang ada sepeda bekas jika kau ingin santai sore kau bisa pergunakan untuk keliling kota Binjai ini. Karena motor ingin aku gunakan untuk mengatar barang kesemua para pelanggan toko ini"..

"Ok lah bang nanti akan aku gunakan sepeda itu jika dibutuhkan, Abang tenang sajalah tak perlu berlebihan begitu"...Balas saya dengan tenang.

Satu jam berlalu kala saya sedang merapikan barang-barang ditoko milik Daenk Ikram ponsel sayapun berbunyi, Ternyata wanita yang semalam sempat berdebat dengan saya menepati janjinya. Meski sejujurnya saya sudah melupakan hal tersebut, Iapun menyuruh saya untuk datang kembali ke Counter Hp tempat dimana awal kami bertemu. Akhirnya mau tidak mau sayapun menemuinya, Untuk mempersingkat waktu sayapun menggunakan angkot menuju tempat yang telah kami setujui. Tak berselang lama akhirnya saya sampai ditempat yang telah ia tentukan sebelumnya. Tak jauh dari Counter Hp tempat awal saya bertemu..Sebuah warung tenda yang cukup bersih dengan segala aneka macam makanan dan minuman. Sayapun mencoba mengingat-ingat wajah wanita itu, Ternyata ia sudah berada dibelakang saya dan menegurnya. Sayapun menoleh, Ia nampak Anggun dan berwibawa ketimbang awal semalam bertemu. Sayapun mulai tertarik dan siap memasang kuda-kuda penggoda.

"Sudah lama kau menungguku disini"...Tanya saya berbasa-basi.

"Tidak juga"...Balasnya sambil mengeluarkan amplop dan ingin memberikannya kepada saya.

"Simpan saja uang itu aku menjumpaimu bukan karna uang"...Seru saya sambil mengajaknya masuk kewarung tenda dan memesan minuman.

"Heeii aku tak bisa lama-lama disini"...

"Lhoo kalau terburu-buru buat apa kau harus repot datang menjumpaiku, Bukankah aku tak menuntutmu kau ini aneh"...Balas saya dengan tenang.

"Kau juga aneh, Sepertinya kau belum lama dikota ini karena logat bahasa tidak biasa"...Serunya dengan agak sedikit kesal.

Sayapun membenarkan apa yang telah dikatakannya. Karena ingin terus mengobrol dengannya sayapun menceritakan semua kejadian yang telah saya alami dari mulai berangkat ke Kota Makasar sampai akhirnya terdampar dikota Binjai Sumatra Utara. Wanita itupun nampak serius mendengarkan apa yang telah saya ceritakan.

"Jadi kau baru sebulan di Binjai".

Sayapun mengangguk dan bertanya balik kepada wanita tersebut, Karena saya yakin bahwa ia bukan murni orang Sumatra Utara. Ternyata dugaan saya benar ia seorang wanita asal Minang Sumatra Barat yang sejak ia masih sekolah sudah menetap dikota Binjai dengan keluarganya. Obrolan sayapun semakin seru dengan wanita itu tanpa perduli menanyakan namanya. Justru ia kini yang berbalik cerita kepada saya tentang kota Jakarta karena keluarga besar ia juga banyak yang tinggal di Jakarta. Bahkan Bandung dan Sukabumi juga pernah ia singgahi. Hingga sakin asiknya terlibat obrolan tak terasa waktupun sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Bahkan sayapun sempat meledek wanita itu.

"Sudah mau mendekati magrib, Oiya bukankah kau tak ingin berlama-lama, Kita hampir 3 jam disini"...Sindir saya.

Iapun tertawa santai, Sepertinya paham apa arti sindiran yang saya lontarkan wajahnya nampak memerah namun ia kembali menenangkan diri dan kemudian berkata kembali.

"Yaa tadinya aku tak ingin berlama-lama jika sudah bertemu denganmu, Namun ternyata obrolan kita sangat seru.. Yaa sudah terlanjur, Oiya siapa namamu aku Elisa".

Sayapun menyebutkan nama hingga akhirnya kami berduapun meninggalkan warung tenda tersebut untuk kembali pulang, Meski berbeda lokasi angkot yang kami tumpangi tetap satu jurusan yang sama.

Hampir mau magrib sayapun baru tiba dirumah kehadiran saya membuat kecurigaan bagi Daenk Ikram. Beliaupun banyak bertanya kepada saya.

"Satria dari mana saja kau apa mungkin kau sudah punya teman disini"...Serunya penuh selidik.

"Ia bang aku dari rumah teman, Maafkan jika tak memberi kabar sebelumnya"... Balas saya kembali.

"Heei bagaimana bisa, Laki-laki atau perempuan teman kau itu"...Tanyanya kembali.

"Perempuan bang, Kalau laki-laki tak maulah aku ngobrol berlama-lama. Aku tinggal mandi dulu bang".

"Heeii macam mana pula kau ini, Yang benar kau...Waahh hebat kali kalau kau sudah dapat teman perempuan disini"..

Sayapun tersenyum sambil meyakinkan kepada Daenk Ikram. Hingga akhirnya berlalu untuk menuju kamar mandi. Malam harinya setelah tutup toko sambil santai mendengarkan musik, Iseng-iseng sayapun mengirimkan pesan sms kepada Elisa. Dan tanpa menunggu lama ia pun membalas sms saya kembali. Akhirnya malam itu obrolan saya dengan Elisa kembali berlanjut, Bagai sudah kenal lama kami berdua ngobrol via sms ngalor ngidul hingga pukul 2 pagi barulah sms itu kami akhiri. Bahkan Elisa kembali mengajak saya bertemu lagi esok sore untuk menemaninya santai sore sambil mengajak keponakan kecilnya bermain. Sayapun dengan senang hati menyanggupinya.


Kembali Kekota Jakarta Demi Orang Tua


Matahari pagi mulai menyinari kota Binjai dengan semangat pagi sayapun kembali beraktifitas seperti biasa dari mulai membersihkan estalase toko sampai mengisi rak-rak barang yang kosong dan menyusunnya kembali dengan rapi. Setelah semuanya selesai dengan santai sayapun menikmati kopi hangat sambil mendengarkan musik, Hingga ada pelanggan yang datang mengujungi toko Daenk Ikram. Setelah meminum kopi kembali sayapun membuka ponsel sambil membaca ulang sisa sms semalam bersama Elisa. Sayapun tak menyangka akan semudah itu mendapatkan kenalan seorang wanita dikota Binjai, Padahal secara pribadi sewaktu akan berangkat ke Kota medan, Tidak ada niatan dalam hati saya untuk mencari wanita atau pacar sekalipun Karena pada saat itu sejujurnya yang ada dipikiran saya hanya ingin menghindari perdebatan dengan Devi kakak saya sewaktu dikota Makasar. Namun apapun itu sayapun tetap harus bersyukur dengan fakta dan kenyataan yang terjadi dikota Binjai.

Detak sang waktu terus berjalan hingga akhirnya suasana sore telah menjelma, Sayapun segera berkemas-kemas untuk berjumpa dengan Elisa. Akhirnya setelah meminta izin kepada Daenk Ikram sayapun segera menemui Elisa, Awalnya ingin bawa kendaraan, Tetapi karena takut dibutuhkan ditoko akhirnya sayapun lebih memilih naik angkot saja karena memang di Binjai saya murni tidak punya apa-apa, Bersyukur Elisa maklum dengan semuanya. Hingga selang beberapa menit sayapun sudah berjumpa dengan Elisa. Iapun nampak cantik dan tersenyum manis atas kehadiran saya. Sayapun menghampirinya dan tak ragu menggendong anak kecil yang ia bawa.

"Apakah aku pantas jadi seorang ayah"...Seru saya kepada Elisa.

Iapun tertawa geli dan berkata... "Menggendong saja tidak bisa, Gimana mau jadi seorang ayah"...Balasnya kembali.

Dengan perasan penuh suka cita saya dan Elisa akhirnya tertawa bersama sambil berjalan santai, Dan tak lupa membelikan es krim untuk keponakannya yang bernama Deswita..Setelah puas berjalan-jalan kami bertigapun akhirnya mengakhiri semuanya disebuah taman bunga yang cukup ramai dan banyak anak kecil yang seusia dengan Deswita keponakan dari Elisa. Elisapun banyak cerita kepada saya bahwa ia rajin mengajak keponakannya bermain agar dapat dimasukan kerja dikantor kakaknya. Karena selama baru lulus kuliah ia belum sama sekali mendapat pekerjaan. Meski ia sudah melamar pekerjaan sana-sini. Obrolan kamipun semakin serius tak hanya urusan pekerjaan saja, Bahkan kami berdua terkadang berani membahas tentang hal pernikahan dan tidak lupa pula membahas perasaan hati masing-masing secara jujur. Dan selama kami mengobrol dan bercerita sedikitnya saya sudah bisa membaca type dan karakter sifat Elisa.

Ia wanita yang punya jiwa keibuan, Ia akan cerewet jika lawan bicaranya tidak paham apa yang ia inginkan, Ia mampu bertahan demi sebuah kesetiaan Dan ia akan mengejar terus apa yang ia inginkan dan harapkan...Namun meski begitu dimata saya Elisa termasuk wanita yang menyenangkan dan punya pola pikir yang dewasa. Hingga akhirnya sore menjelang malam barulah kami meninggalkan taman tersebut untuk menuju rumah masing-masing.

Minggu berganti bulan seiring waktu yang terus berjalan kedekatan saya dengan Elisa semakin erat. Baik saya dan Elisa tak ragu untuk saling berkunjung kerumah bila ingin bertemu, Terlebih pada malam minggu. Dan hari-hari saya dikota Binjaipun semakin berarti, Baik keluarga Elisa dan keluarga Daenk Ikram tak pernah mempermasalahkan hubungan kami berdua. Bahkan jika tidak terlalu sibuk ditoko sayapun sering melamar pekerjaan dikota Binjai. Karena apa yang ada dipikiran saya kemungkinan rezeki dan masa depan saya ada dikota Binjai. Elisapun banyak mendukung penuh dengan apa yang selalu saya lakukan untuk masa depan. Meski mencari pekerjaan dikota Binjai hampir sama sulitnya seperti dikota Jakarta semua itu tak membuat saya patah semangat, Bahkan terkadang kami sering melamar pekerjaan berbarengan pada perusahaan yang sama dikota Binjai.

Namun siapa sangka kesenangan dan kebahagian yang saya dapat akhirnya terusik oleh kedua orang tua saya yang berada dikota Jakarta. Hampir tiga bulan kurang saya berada dikota Binjai. Akhirnya kedua orang tua saya menghubungi saya, Dan mereka berkata kepada saya agar secepatnya pulang kekota Jakarta. Berbagai alasan saya buat agar orang tua saya percaya bahwa saya dikota Binjai memang benar punya kesibukan soal pekerjaan. Beruntung kedua orang tua saya mengerti, Akhirnya iapun memaklumi kondisi saya dikota Binjai. Namun semua itu hanya bertahan satu bulan saja, Kedua orang tua sayapun kembali menghubungi saya agar saya segera pulang kekota Jakarta. Berbagai alasan yang saya buat ternyata tidak mempan lagi untuk membohongi kedua orang tua saya. Bahkan dalam hal ini Daenk Ikram pun tak bisa berbuat banyak, Meski iapun sudah membantu saya namun semuanya tetap sia-sia saja. Akhirnya tak ingin terburu-buru pulang kekota Jakarta sayapun lebih sering mengulur-ngulur waktu dengan segala macam alasannya dari mulai cuaca buruk, Tak ada tiket pesawat terbang yang murah untuk tujuan Jakarta Dan banyaknya tanah longsor dijalan lintas Sumatra yang menyebabkan perjalanan selalu terganggu.

Lima hari telah berlalu sayapun masih tetap berada dikota Binjai namun hari-hari saya selalu penuh keresahan dan kebimbangan, Sayapun selalu berpikir apakah harus pulang ke Jakarta atau menetap dikota Binjai..Tak ada jawaban yang bisa saya tentukan karena selama saya dikota Binjaipun saya belum mendapat pekerjaan yang pasti. Hingga akhirnya semua itu saya curahkan pada Elisa kala kami berjumpa kembali disebuah cafe.

"Orang tuamu ingin kau kembali ke Jakarta, Dan kamu masih bimbang, Apa yang membuatmu bimbang Satria"...Tanyanya dengan tenang.

Sayapun tak berani menjawab pertanyaan Elisa, Karena kebimbangan itu terjadi karena dirinya. Akhirnya saya membuat alasan lain dan mengatakan bahwa saya sangat senang dan betah berada dikota Binjai.

Elisapun kembali berkata..."Kau tak harus bimbang seperti itu Satria, Orang tuamu pastinya menginginkan anaknya punya masa depan yang baik. Jadi bukan masalah juga menurutku, Toh selama kamu di Jakarta kita masih bisa saling komunikasi kok".

Bagai mengerti apa yang saya rasakan sepertinya ia tidak terlalu merisaukan dengan apa yang telah saya alami, Karena menurutnya teknlogi sudah canggih dimanapun seseorang berada komunikasi akan tetap terjalin selama semua itu serius dijalaninya. Akhirnya saya bisa sedikit tenang dari segala apa yang telah saya rasakan dan jika rezeki saya berada dikota Binjai cepat atau lambat tentunya saya akan kembali berada dikota Binjai ini. Walau berat untuk mengatakannya akhirnya saya memang tetap harus mengatakannya kepada Elisa bahwa akhirnya sebuah pertemuan pasti akan ada perpisahan.

Perpisahan itu akhirnya menjadi kian nyata, Karena rencananya saya memutuskan akan pulang minggu depan tetapi semua itu berubah. Manakala dua hari sebelumnya kedua orang tua saya kembali menghubungi saya agar harus benar-benar pulang kekota Jakarta, Mereka tak perduli lagi dengan segala macam alasan yang saya buat. Akhirnya baik Elisa dan keluarga Daenk Ikram melepas kepergian saya dengan perasaan sedih. Dengan berat hati sayapun berkata kepada semuanya bahwa saya akan kembali lagi kekota Binjai, Sebuah kota yang telah banyak memberikan kenangan yang teramat manis dalam hidup saya.

Jakarta pukul 9 pagi sinar matahari mulai menghangatkan tubuh...Sebulan sudah saya berada dikota Jakarta tak ada yang berubah dengan semuanya. Tak ubahnya seperti dikota Binjai sayapun belum juga mendapat pekerjaan. Merasa jenuh dirumah akhirnya saya mencoba menghubungi teman-teman lama sekaligus ingin main dan berkunjung. Namun baru beberapa langkah saya berjalan ponsel sayapun berbunyi, Ternyata Elisa yang menghubungi, Akhirnya pagi itu saya menunda kepergian untuk kerumah teman Karena hampir sebulan tidak berkomunikasi dengan Elisa, Obrolan panjang pun terjadi sampai jam 11 siang barulah obrolan via ponsel itu berakhir.

Dan keberadaan saya di Jakarta tak membuat komunikasi saya dan Elisa putus. Bahkan saat malam hari diwaktu saya sedang santai pun ia selalu menghubungi saya. Hingga tersiar kabar bahwa Elisa akan berkunjung kekota Jakarta untuk bertemu saya kembali. Awalnya saya sedikit ragu tetapi berhubung ia punya banyak saudara di Jakarta sayapun tak melarang Elisa untuk menemui saya dikota Jakarta. Dan seminggu telah berlalu Elisapun menepati janjinya untuk bertemu dengan saya dikota Jakarta. Setibanya Elisa di Jakarta sayapun teramat senang seperti ada kerinduan yang mendalam tanpa sadar kamipun berpelukan dengan mesra..Bah seorang ratu dikota Jakarta sayapun sering memanjakan Elisa dengan selalu mrngajaknya mengunjungi tempat hiburan yang berada diseluruh antero Jakarta. Tak hanya Jakarta sayapun sering juga mengajak Elisa kekota Bogor. Elisapun nampak riang gembira karena seminggu ia berada di Jakarta waktu selalu kami gunakan untuk berkeliling kota dari Jakarta hingga Bogor. Hingga pada akhirnya seminggu dikota Jakarta akhirnya Elisa mengakhiri semuanya, Elisapun kembali kota Binjai, Tetapi meski begitu komunikasi selalu tetap terjalin antara kami berdua.

Namun meski tak pernah putus komunikasi akan tetapi akhirnya kesibukkanlah yang membuat saya dan Elisa hampir jarang berkomunikasi kembali. Seandainya ada waktu santai pun baik saya dan Elisa lebih suka berbicara lewat pesan sms saja. Karena saya mendapat kabar bahwa Elisa telah bekerja dikantor Kakaknya dikota Binjai. Sejak itu setelah saya juga mendapatkan pekerjaan kesibuhkan sayapun tak jauh berbeda dengan Elisa. Sampai pada akhirnya komunikasi itu hampir tidak pernah sama sekali.

Tak ingin semuanya berlalu begitu saja jika malam saat rutinitas saya tidak terlalu padat sayapun mencoba menghubungi Elisa namun semua itu tidak berlangsung lama karena terkadang Elisa sering pulang malam atau terlalu fokus dengan yang namanya rutinitas pekerjaan. Sampai pada bulan-bulan berikutnya Elisa berharap hubungan yang sudah terjalin selama ini bisa menjadi kejenjang yang lebih serius. Sayapun mengerti apa yang ia inginkan, Hingga meminta kepadanya agar diberi waktu dan kesempatan untuk berpikir dan jika semua sudah siap saya akan menghubunginya kembali.

Akhirnya sejak itu saya selalu dilanda kebimbangan ingin menuruti semuanya, Tetapi saya merasa dan memang benar-benar belum siap. Meski memiliki pekerjaan tetapi pikiran saya masih terombang-ambing oleh hal-hal lainnya. Bahkan orang tua saya sendiri mengatakan jangan terburu-buru untuk menikah. Karena baginya saya meski harus banyak berpikir lagi jika ingin menuju kejenjang pernikahan.

Tak tahu harus berbuat apa dengan kenyataan yang sudah terjadi sayapun hanya bisa pasrah. Meski terus terbebani dengan semuanya, Akhirnya sayapun lebih berfokus dengan yang namanya pekerjaan. Meski sering menghubungi Elisa tetapi sepertinya semua sudah berubah, Elisa tak seperti dulu lagi karena baginya waktu adalah kesempatan untuk meraih sukses dimasa depan. Sampai pada akhirnya saya tidak pernah berkomunikasi lagi dengannya. Dan sejak itu nomornya pun sudah tak bisa saya hubungi lagi, Entah mengapa sayapun tak tahu. Lambat-launpun nama Elisa memudar dari ingatan saya. Meski jika teringat dengan kota Binjai Daenk ikramlah yang selalu saya hubungi, Tetapi iapun nampak kesal kepada saya karena tak pernah memberi jawaban yang serius kepada Elisa. Sampai akhirnya semuanya hilang tenggelam ditelan waktu. Baik Elisa dan kota Binjai.

Demkianlah sebuah kisah Kenangan yang manis dikota Binjai. Meski sempat terlupakan oleh saya beruntung Elisa punya pola pikir yang dewasa. Dan karena Elisa pula saya jadi membuka kembali kenangan masa lalu. Meski sekarang antara saya dan Elisa sudah punya kehidupan masing-masing. Tetapi semua itu bisa jadi pelajaran yang berarti terutama buat saya pribadi.




~ THE~END ~